Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sampai dengan kuartal III-2018 kinerja bank umum syariah (BUS) melambat dari sisi pembiayaan. Nilai dirinci berdasarkan kategori usahanya, Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) I mencatatkan penurunan paling dalam.
Per Juli 2018 BUS BUKU I secara industri mencatatkan pembiayaan menyusut cukup drastis menjadi negatif 10,54%. Padahal setahun sebelumnya, pembiayaan BUKU I syariah mampu tumbuh 6,33%. Sejalan dengan hal tersebut, dana pihak ketiga (DPK) BUKU I syariah juga ikut menurun dari 10,69% pada Juli 2017 menjadi 11,86% per Juli 2018.
Sementara itu BUKU II dan BUKU III syariah masing-masing mengalami penurunan pertumbuhan pembiayaan menjadi 3,35% dan 8,51%. Lebih rendah dibandingkan periode tahun sebelumnya yang sempat naik 8,17% dan 8,51% pada Juli 2017.
Salah satu BUS BUKU I yakni PT Bank Syariah Bukopin (BSB) menyatakan pihaknya hingga kini tetap mencatatkan pertumbuhan, walau terbilang tipis.
Direktur Utama Bank Syariah Bukopin Saidi Mulia Lubis menuturkan, per Juli 2018 BSB masih mencatatkan pertumbuhan pembiayaan. Salah satunya ditopang dari lima sektor andalan Bank Syariah Bukopin yakni kesehatan, pendidikan, perdagangan, suplier dan kontraktor serta developer.
"Kami naik tapi tidak besar, kami masih fokus di dua sektor yaitu pendidikan dan kesehatan. Kami juga mengarah investasi ke sektor lain tapi sejauh ini masih wait and see," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Kamis (20/9).
Saidi menuturkan, ke depan pihaknya akan mencoba masuk ke segmen pembiayaan konsumer salah satunya kredit pemilikan rumah (KPR). Disamping itu, Bank Syariah Bukopin juga mulai masuk ke kredit modal kerja (KMK) setelah sebelumnya fokus ke kredit investasi (KI).
Sebagai salah satu upaya mewujudkan hal tersebut, anak usaha PT Bank Bukopin Tbk ini telah menggandeng Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Harapannya, dengan kerjasama ini pihaknya dapat lebih gencar menyalurkan pembiayaan modal kerja ke sektor kesehatan terutama debitur Rumah Sakit.
Sejauh ini setidaknya sudah ada 35 Rumah Sakit yang menjadi debitur perusahaan. Saidi menuturkan, eksposur pembiayaan ke debitur Rumah Sakit berkisar antara Rp 400 miliar-Rp 500 miliar.
Proyeksi perusahaan, dari masing-masing debitur setidaknya ada Rp 1 miliar sampai Rp 3 miliar potensi pembiayaan baru. Artinya, untuk tahap awal, BSB dapat menambah pembiayaan baru di kisaran Rp 60 miliar sampai Rp 100 miliar ke debitur Rumah Sakit.
"Kalau saya hitung-hitung, paling tidak debitur Rumah Sakit bisa 40. Kemudian di tahun depan bisa 50 Rumah Sakit. Pembiayaan ini bisa bergerak Rp 60 miliar sampai Rp 100 miliar mungkin ya," katanya.
Sebagai informasi, berdasarkan laporan keuangan bulan Juli 2018 BSB tercatat sudah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 4,22 triliun. Bila dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu, posisi ini terlihat menurun sebanyak 15,16% dari sebesar Rp 4,98 triliun per Juli 2017.
Saidi menuturkan, tahun ini pihaknya menarget realisasi pembiayaan sebesar Rp 5 triliun. Adapun, per akhir tahun 2017 Bank Syariah Bukopin mencatatkan realisasi pembiayaan sebesar Rp 4,53 triliun. Artinya, tahun ini BSB menarget pembiayaan dapat tumbuh hingga 10,3% secara tahunan atau year on year (yoy).
Di sisi lain, Saidi menuturkan rasio pembiayaan bermasalah alias non performing financing (NPF) secara net sudah berada di bawah level 4% pada awal kuartal III 2018.
Asal tahu saja, Bukopin Syariah per kuartal II 2018 lalu mencatatkan kenaikan NPF yang cukup tinggi. NPF gross tercatat sebesar 6,91% per akhir Juni 2018 lalu naik dari 2,8% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara secara net, NPF BSB naik dari 2,25% pada kuartal II 2017 menjadi 4,94% pada kuartal II 2018.
"Terus terang, rata-rata nasabah sudah menyerah. Tapi sekarang kami berusaha membereskan pembiayaan bermasalah tersebut, antara lain dengan penjualan jaminan. Namun terkendala karena harga properti khususnya sedang terkoreksi, jadi kami harus mencari calon pembeli yang sesuai," katanya.
Saidi menjelaskan, mayoritas NPF Bank Syariah Bukopin disumbang dari sektor perdagangan. Sementara itu, sampai dengan akhir tahun BSB optimis NPF dapat terjaga di bawah 4%.
Berbeda dengan BSB, PT Bank BCA Syariah justru mencatatkan perbaikan kinerja di kuartal III 2018. Presiden Direktur BCA Syariah John Kosasih mengungkapkan, secara persentase, pembiayaan BCA Syariah naik drastis hingga 30% yoy.
Sementara aset terdorong naik 23% yoy diikuti oleh pertumbuhan DPK sebanyak 25%. "Kinerja kami masih tertata cukup baik. NPF kami juga masih rendah 0,58% dibanding tahun lalu 0,56%," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Selasa (18/9).
Hingga akhir tahun BCA Syariah mematok pertumbuhan aset di kisaran 10%-15%. Sementara DPK dan pembiayaan ditarget naik 15%-20% yoy pada akhir tahun 2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News