kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Empat bank dikabarkan dalam pengawasan intensif, ini respon OJK


Senin, 13 April 2020 / 04:15 WIB
Empat bank dikabarkan dalam pengawasan intensif, ini respon OJK
ILUSTRASI.


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengindar menanggapi sinyalemen seorang anggota DPR bahwa saat ini ada empat bank menyandang status bank dalam pengawasan intensif (BDPI).

Seperti yang diberitakan sebelumnya, kabar itu diutarakan oleh Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo dalam rapat kerja dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Kita tahu sekarang ada empat BDPI, apakah bank ini nantinya tidak termasuk dalam Perppu 1/2020, karena ini mungkin sudah bermasalah sebelum adanya COVID-19,” katanya, Selasa (7/4) lalu.

Saat Kontan.co.id mengkonfirmasi hal ini, Wimboh hanya menjawab singkat. “Silakan konfirmasi kepada sumber di DPR tersebut,” katanya, Minggu (12/4).

Baca Juga: OJK berwenang paksa konsolidasi, perbankan pasrah

Asal tahu, via Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk penanganan COVID-19, OJK diberi perluasan kewenangan untuk dapat memberi perintah konsolidasi, baik berupa penggabungan, peleburan, pengambilalihan, intergasi, dan/atau konversi kepada LJK secara tertulis.

Ketentuan ini juga berlaku mutlak, sebab bank yang ditunjuk untuk melakukan konsolidasi tak bisa mengajukan upaya hukum. Baik secara perorangan, maupun lembaga, OJK tak dapat digugat secara hukum baik perdata maupun pidana. Pun kebijakan tersebut tak dapat dijadikan objek sengketa di pengadilan tata usaha negara (PTUN).

Ketentuan tersebut juga ditambah sanksi pidana, bagi perorangan yang tak mematuhinya berupa pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 12 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 10 miliar dan paling banyak Rp 300 miliar. Sementara jika pelanggaran dilakukan korporasi akan dikenakan pidana denda paling sedikit Rp 1 triliun.

Sebelum beleid ini terbit, intervensi OJK terkait konsolidasi di industri perbankan terbatas pada imbauan. Status BDPI, dan selanjutnya bank dalam penagwasan khusus (BDPK) dapat jadi acuan bagi OJK untuk memberikan tindakan pengawasan termasuk imbauan konsolidasi.

Baca Juga: Core: Kondisi perbankan Indonesia saat ini masih cukup kuat

“Perppu ini jadi dasar kerangka hukum bagi OJK, karena jika mengikuti ketentuan dalam kondisi normal, kami butuh waktu untuk BDPI selama 12 bulan, kemudian BDPK selama 3 bulan. Di tengah waah COVID-19, Perppu ini merupakan antisipasi agar OJK bisa lebih preemptive melakukan supervisory action,” jelas Wimboh sebelumnya.

Meski demikian, Wimboh tak merinci apa keriteria LJK yang dapat dipaksa berkonsolidasi. Pun dalam beleid COVID-19 tersebut tak ada indikasi jelas yang dijabarkan.

Wimboh cuma menjelaskan, bank bisa dipaksa untuk melakukan konsolidasi jika membukukan kerugian, memiliki arus kas yang negatif, dan likudiitas ketat, hingga berpotensi menganggu kesehatan bank lainnya.

Baca Juga: Core: Kondisi perbankan Indonesia saat ini masih cukup kuat

Sementara merujuk POJK 15/POJK.03/2017 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum, status BDPI akan disematkan kepada bank yang memiliki satu atau lebih dari indikator berikut: capital adequacy ratio (CAR) di bawah 8%, non performing loan (NPL) lebih dari 5%, kemudian rasio modal inti, giro wajib minimum (GWM) dan kesehatan bank yang tak sesuai ketentuan.

Mengacu indikator CAR, beberapa bank sejatinya mulai berada di titik nadir. PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS) misalnya, akhir tahun lalu rasionya berada di kisaran 9,01%. Sejumlah kewajiban tambahan modal penyangga perseroan sama sekali belum dipenuhi perseroan.

Meski demikian Direktur Utama Bank Anten Fahmi Bagus Mahesa bilang saat ini kinerja perseroan masih dalam kondisi positif.

Baca Juga: Modal bank cukup kuat, instrumen pandemic bonds mencukupi hadapi efek wabah corona

“Akhir Februari LDR kami masih cukup longgar sebesar 91%, pertumbuhan kredit juga sudah tumbuh 1,06% (ytd), kami juga bisa menurunkan beban bunga dengan penurunan DPK 4%, sehingga bisa menjaga pertumbuhan pendapatan bunga bersih,” katanya kepada Kontan.co.id.

Adapun terkait paksaan konsolidasi oleh OJK Fahmi bilang hal tersebut memang perlu dilakukan pemerintah di tengah pandemi COVID-19. Meski demikian ia menekankan agar kebijakan tersebut dilakukan dengan tujuan baik, yaitu menjaga stabilitas ekonomi melalui sektor industri perbankan.

Baca Juga: Modal bank cukup kuat, instrumen pandemic bonds mencukupi hadapi efek wabah corona

Sedangkan ihwal modal, bank di kelas bank umum kegiatan usaha (BUKU) 1 ini juga tengah menyiapkan aksi rights issue untuk mempertebal permodalan.

Perseroan akan menerbitkan 400 miliar saham baru bernominal Rp 3 per lembar. Pascaaksi, Bank Banten menargetkan bakal dapat tambahan modal maksimum hingga Rp 1,2 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×