kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Fee OJK bisa membebani nabasah bank


Sabtu, 22 Februari 2014 / 05:55 WIB
Fee OJK bisa membebani nabasah bank
Asing Net Buy Rp 604 Miliar, Ini Saham-saham yang Banyak Diburu, Selasa (4/10)


Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Sandy Baskoro

JAKARTA. Para bankir terus mempersoalkan pungutan  yang mulai diberlakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 1 Maret mendatang. Jumlah pungutan tahunan itu sebesar 0,03% dari total aset bank.

Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), Sigit Pramono, menilai peralihan pengawasan bank dari Bank Indonesia ke OJK menyebabkan beban industri perbankan bertambah. Dia lebih setuju dengan model pengawasan tidak berbayar ala BI ketimbang pengawasan model OJK yang berbayar. "Tentu kami lebih suka memilih yang tak berbayar," katanya di Jakarta, Jumat (21/2).

Pungutan OJK bagi industri perbankan sudah pasti menyebabkan biaya operasional bank membengkak. Kondisi ini berimbas kepada peningkatan biaya dana, yang ujungnya berpotensi mengerek bunga kredit. "Dampaknya akan terasa ke nasabah serta masyarakat. Bank adalah institusi bisnis, pasti mentransformasi pungutan ini menjadi beban konsumen," kata Sigit.

Selama ini, perbankan juga rutin membayar premi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Menurut dia, LPS tidak menggunakan seluruh premi lantaran semakin sedikit bank yang harus diselamatkan. OJK bisa memanfaatkan dana ini, tanpa harus memungut lagi dari bank. "Tapi karena sudah disahkan, ya mau tak mau harus dituruti," kata Sigit.

Di masa mendatang, Perbanas menginginkan OJK melaporkan penggunaan iuran yang dipungut itu secara rutin ke industri perbankan. Hal ini lazim diterapkan di negara lain yang memiliki lembaga terpisah seperti OJK untuk mengawasi perbankan.

Apalagi, nilai iuran OJK sangat besar. Mengacu ke total aset perbankan per Desember 2013 senilai Rp 5.264 triliun, potensi pungutan industri bank mencapai Rp 1,58 triliun per tahun. "Ini uang besar, jadi harus jelas pertanggungjawabannya. Di Inggris, otoritas perbankan juga biasa melakukan ini. Termasuk di Jepang," ungkap mantan Direktur Utama Bank BNI ini.

Perbanas mengingatkan agar OJK tidak memakai dana iuran bank untuk kebutuhan operasional seperti membangun gedung kantor pusat atau kantor di daerah. Dana itu harus murni untuk penguatan pengawasan dan pembinaan perbankan. "Kalau mau bangun kantor baru, silakan pakai dana APBN," kata Sigit.

Sebelumnya, sejumlah bankir berjanji tidak akan membebani fee OJK ke nasabah. Direktur Keuangan Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Arief Harris, menyampaikan BTPN akan menyiapkan dana untuk pungutan 0,03% atau setara Rp 21 miliar dari total asetnya yang sebesar Rp 69,66 triliun pada Desember 2013.

BTPN mengaku tidak keberatan membayar pungutan itu, mengingat rasionya tidak besar. "Kami tidak akan membebankan pungutan OJK kepada nasabah karena itu tanggungjawab kami," Arief berjanji.

CIMB Niaga juga belum berencana membebankan pungutan OJK ke nasabah, karena itu adalah tanggungjawab bank. CIMB akan membayar iuran OJK Rp 65 miliar terhadap total asetnya Rp 218,87 triliun, mengacu data keuangan per Desember 2013. "Kami akan meningkatkan pendapatan komisi untuk membayar berbagai pungutan tersebut," ujar Wan Razly Abdullah, Direktur Strategi dan Keuangan Bank CIMB Niaga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×