Reporter: Ahmad Ghifari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) bersama dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) membuat kajian tentang peran fintech P2P lending terhadap ekonomi Indonesia.
Peneliti INDEF, Izzudin Al Farras menerangkan dari kajian yang dilakukan, fintech P2P lending di Indonesia mampu meningkatkan Produk Domestik Bruto sebesar Rp 60 triliun baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, fintech P2P lending juga mampu menyerap 362 ribu tenaga kerja dan menurunkan angka kemiskinan hingga 0,7%.
Baca Juga: Transfer uang lewat fintech lebih murah, bagaimana nasib bank?
“Bisnis financial technology (fintech) menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Dengan perkembangan sedemikian pesat, fintech semakin relevan sebagai sarana untuk memperdalam pasar keuangan di Indonesia, terutama dalam menjangkau masyarakat yang belum terlayani lembaga keuangan formal (unbanked society),” ujar Farras dalam siaran pers yang diterima Kontan.co.id, Selasa (12/11).
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai pinjaman melalui fintech mencapai Rp44,8 Triliun per Juni 2019, dengan jumlah transaksi peminjam (borrower) menembus 9,7 juta akun.
Jika melihat persebaran pinjaman fintech ke wilayah di luar Jawa yang meningkat hingga 107% (year on year), menurut Farras fintech juga berpotensi memiliki peran besar dalam meratakan kue ekonomi, khususnya untuk UMKM.
Farras menambahkan fintech P2P lending juga memiliki peran terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, termasuk pelaku UMKM. Salah satu hasil yang terlihat adalah peningkatan pendapatan untuk petani di desa sebesar 1,23% dan pekerja perdagangan di kota sebesar 2,59%. Selain itu, fintech P2P lending juga memiliki dampak terhadap pengeluaran rumah tangga.
Baca Juga: Kewenangan PANDI dalam perselisihan nama domain harus diperkuat
“Fintech P2P lending juga turut meningkatkan pengeluaran rumah tangga seperti pengeluaran rumah tangga meningkat seperti pengeluaran rumah tangga pengusaha pertanian meningkat 1,34%, rumah tangga golongan rendah perkotaan meningkat 1,34%, dan rumah tangga golongan atas perkotaan meningkat 1,77%,” jelas Farras.
Lanjut Farras, dampak positif fintech P2P lending terhadap perekonomian Indonesia harapannya akan terus meningkat seiring dengan semakin berkembangnya bisnis fintech P2P lending. Prospek investasi fintech ke depannya cukup menjanjikan, baik di Indonesia maupun di ASEAN.
Farras juga mengatakan, bahwa salah satu yang menjadi hambatan fintech P2P lending untuk berkembang adalah keberadaan fintech ilegal yang akhirnya memunculkan shadow banking. Integrasi fintech P2P lending dengan perbankan dapat dilakukan untuk meminimalisir shadow banking.
Keberadaan shadow banking ini tentunya sangat merugikan perbankan dan fintech legal. Selain itu, semua pihak perlu bekerjasama dalam memberantas fintech ilegal. Harus dilakukan pengawasan yang lebih ketat dan edukasi kepada masyarakat.
Baca Juga: Transaksi kantor cabang seret, bank gandeng kedai kopi untuk perkuat kanal digital
“Kita tentu ingin fintech P2P lending bisa terus berkembang dan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, para stakeholders di industri fintech perlu saling bekerja bersama-sama untuk menciptakan situasi yang kondusif," jelas Farras.
"Investasi di bidang teknologi harus ditingkatkan seperti perlu dilakukan perbaikan regulasi penanaman modal agar investor mudah menanamkan modalnya ke perusahaan berbasis teknologi dan informasi. Fintech yang legal perlu didukung dengan kemudahan perizinan dan administrasi,” tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News