Reporter: Roy Franedya | Editor: Edy Can
JAKARTA. Momentum menciptakan bunga kredit rendah tampaknya bakal berlalu. Ke depan, fokus Bank Indonesia (BI) lebih ke arah pengendalian inflasi untuk mengantisipasi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Jadi, beberapa rencana kebijakan menggiring bunga kredit turun, untuk sementara, dikesampingkan dulu. Misalnya, benchmarking suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan.
Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan, BI harus mendahulukan langkah-langkah untuk menyerap likuiditas sehingga tidak memperbesar inflasi dalam jangka pendek. "Ada langkah-langkah baru muncul, diharapkan dulu yang ini. Benchmarking juga belum selesai dibuat," ujar Darmin, Kamis (8/3).
Dalam beberapa pekan kedepan BI akan mengumumkan bauran kebijakan baru. Namun sayang, BI belum bersedia menjelaskan opsi-opsi yang akan diambil.
Kenaikan inflasi akan mendorong kenaikan bunga deposito. Untuk itu, BI akan berbicara dengan Lembaga Penjaminan simpanan (LPS) agar tidak menaikkan batas bunga penjaminan. Jika LPS rate naik, bank akan berlomba-lomba mengerek bunga simpanan mereka. Bunga kredit pun menjadi lebih mahal.
Berdasarkan data Tinjauan Kebijakan Moneter BI, pada Januari rata-rata bunga deposito turun 21 basis poin (bps) menjadi 6,26% dibandingkan dengan Desember sebesar 6,35%. Adapun suku bunga kredit rata-rata turun 11 bps menjadi 12,67%.
Pengamat ekonomi Mochammad Doddy Arifianto mengatakan, BI bisa menggunakan tiga opsi untuk mempengaruhi likuiditas dan inflasi. Pertama, operasi pasar terbuka (OPT) dengan menerbitkan Sertifikat BI (SBI) lebih banyak dan memberikan bunga lebih menarik. "Rentang BI rate dengan koridor batas bawah OPT masih longgar, BI bisa menawarkan bunga SBI 4% sehingga lebih menarik buat bank," ujarnya. Saat ini bunga SBI mencapai 3,82%.
Kedua, menaikkan giro wajib minimum dari 8% menjadi 10%. Kebijakan ini dapat menyerap likuiditas di bank serta meningkatkan cadangan perbankan di BI. Ketiga, menaikkan BI rate. Kebijakan ini akan mampu memperbaiki persepsi pasar. Ketiga kebijakan ini akan menahan ekspansi kredit, karena BI menyerap dana untuk ekspansi.
Bila tidak ingin mempengaruhi pertumbuhan kredit, harus ada campur tangan pemerintah, seperti kebijakan fiskal untuk menggenjot konsumsi masyarakat. "BI hanya bisa mempengaruhi sisi permintaan, tetapi pemerintah bisa mempengaruhi sisi permintaan dan penawaran," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News