Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemasaran asuransi jiwa melalui jalur keagenan berpotensi tergerus akibat penyebaran corona (Covid-19). Sebab, penerapan pembatasan fisik (physical distancing) akan mengurangi penjualan produk asuransi jiwa, khususnya unit link yang dipasarkan melalui agensi maupun bancassurance.
Ketika kegiatan fisik dibatasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih mewajibkan pemasaran unit link saling tatap muka atau bertemu antara tenaga pemasar dan calon nasabah. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menilai, kondisi tersebut akan mengurangi penghasilan yang diperoleh para agen asuransi.
Baca Juga: BCA Life kantongi pendapatan premi Rp 840,08 miliar di 2019
“Kebanyakan para agen dibayar berdasarkan komisi dari produk asuransi jiwa yang berhasil dijual. Bila tidak berhasil melakukan penjualan maka tidak mendapat komisi,” kata Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu kepada Kontan.co.id, pekan lalu.
Di tengah merebaknya corona, tenaga pemasar baik dari agensi maupun bancassurance terpaksa harus dirumahkan sesuai himbauan pemerintah. Hal ini menjadi kendala bagi mereka untuk memasarkan produk asuransi. Jika hal ini terus berlanjut dikhawatirkan pendapatan mereka berkurang dan kehidupan keluarganya ikut terancam.
Sementara dampak bagi perusahaan asuransi, diperkirakan pendapatan premi juga turun. Terlebih, distribusi melalui agensi berkontribusi 40% atau 78,21 triliun dari total premi industri pada tahun lalu. Sementara dari saluran distribusi bancassurance menyumbang porsi premi 43% atau setara 84,08 triliun.
Menurut Togar, seluruh perusahaan asuransi jiwa saat ini tengah mengevaluasi ulang rencana bisnis di perusahaan masing – masing. Salah satunya dengan melakukan penghematan mulai dari biaya overhead dan biaya sumber daya manusia (SDM).
Baca Juga: Antisipasi kredit macet, 111 fintech laporkan daftar peminjam ke Fintech Data Center
“Dalam kondisi ini, tentunya membuka peluang bagi perusahaan asuransi jiwa untuk melakukan PHK. Sebagaimana diketahui, jumlah karyawan di industri asuransi jiwa saat ini berjumlah kurang lebih 25.000 orang,” ungkapnya.
Potensi penurunan juga dikhawatirkan PT Asuransi BRI Life. Direktur Utama BRI Life Gatot M. Trisnadi mengungkapkan, perusahaan mempunyai dua agen dari bancassurance kurang dari 40% sementara agensi lebih kecil lagi karena jumlah agen lebih banyak di Jawa dan Sulawesi Selatan yang merupakan wilayah terparah penyebaran corona.
“Mereka juga kami batasi aktivitasnya sehingga berpotensi premi turun signifikan sekali dan bisnis menjadi tertunda. Tetapi Yang penting sekarang adalah keselamatan mereka,” ujarnya.
Baca Juga: Ada potensi, Allianz Indonesia perkuat pasar asuransi syariah
PT BNI Life Insurance juga senada. Direktur BNI Life Neny Asriany mengungkapkan, distribusi agensi mengalami hambatan karena ketentuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diberlakukan pemerintah sehingga pertemuan tatap muka sulit dilakukan.
“Padahal untuk pemasaran dan pembelian produk asuransi diperlukan pertemuan fisik dan tanda tangan basah dalam penandatanganan surat permintaan asuransi jiwa (SPAJ),” terangnya.
Untuk mengakomodir kendala tersebut, BNI Life akan segera meluncurkan beberapa layanan penjualan yang berbasis digital sehingga para agen tetap bisa memasarkan produk asuransi tanpa perlu melakukan tatap muka. Rencananya layanan ini akan diluncurkan awal Mei 2020.
Baca Juga: Jiwasraya bikin IHSG jeblok, indeks Shanghai jawara & FTSE Malaysia terbaik di ASEAN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News