kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Genjot FLPP, pemerintah gandeng 13 bank daerah


Kamis, 26 April 2012 / 21:21 WIB
Genjot FLPP, pemerintah gandeng 13 bank daerah
ILUSTRASI. Motor Honda CB400X dan CB400F resmi diungkap, simak bocoran awal berikut


Reporter: Adisti Dini Indreswari |

JAKARTA. Sebanyak 13 Bank Pembangunan Daerah (BPD) akan menyalurkan program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Penyaluran FLPP ke daerah dilakukan setelah pemerintah dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat (Kempera) menggandeng Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda).

Kerjasama itu diungkapkan oleh Eko Budiwiyono, Ketua Umum Asbanda. Menurut Eko, sebanyak 13 BPD itu antara lain Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Selatan, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan-Bangka Belitung, Papua, Jawa Timur, Yogyakarta, Nagari, Kalimantan Timur, Riau Kepri, Sulawesi Tenggara, dan Sumatera Utara.

Eko mengatakan, bank-bank tersebut telah menghimpun dana sebesar Rp 135 miliar untuk membangun 4.290 unit rumah. "Penyerapan tertinggi di NTT dan Sumatera Selatan-Bangka Belitung," ujarnya dalam siaran pers, Rabu (25/4).

Menurut Eko, selain menjalin kerjasama dengan Asbanda, Kempera juga memperluas target penyaluran FLPP ke masyarakat nonbankable. Perluasan target itu dilakukan untuk menggenjot realisasi FLPP yang sempat terkatung-katung di awal tahun lalu.

Masyarakat nonbankable, menurut Eko adalah masyarakat tanpa penghasilan tetap, seperti tukang batu, tukang kayu, nelayan, petani dan pedagang kaki lima.
Untuk itu PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) telah ditunjuk sebagai penjamin kredit. Didiet S. Pamungkas, Direktur Askrindo bahkan mengaku yakin dengan tugas barunya tersebut. Apalagi pemerintah menanggung beban asuransi sebesar 100%.

Namun, keyakinan tak sama diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Eddy Ganefo. Menurutnya, syarat minimal tipe 36 dengan harga maksimal Rp 70 juta untuk rumah tapak. Sedangkan untuk rumah susun Rp 144 juta akan menjadi penghambat.

Menurutnya, rumah tipe 36 di Jakarta harganya Rp 90 juta-Rp 120 juta, sedangkan di daerah Rp 80 juta-Rp 90 juta. "Tidak ada yang masuk kriteria," katanya, Kamis (26/4). Karena syarat itulah Apersi memilih mundur dari FLPP sejak Februari lalu. Eddy mengaku telah membangun rumah subsidi sendiri mencapai 5.000 unit, terutama di Jawa. "Mulai dari tipe 21 sampai 45, dengan harga mulai dari Rp 45 juta," jelas Eddy.

Untuk menjual rumahnya tersebut, Apersi sudah menjalin kerjasama dengan Bank Tabungan Negara (BTN) dengan bunga 8,15%. Bunga itu lebih tinggi dari bunga FLPP sebesar 7,25%, namun lebih rendah dari rata-rata bunga komersial yaitu 9%.

Selain BTN, menurut Eddy, Apersi daerah juga bekerjasama dengan Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, serta bank swasta. "Kami siap digandeng bank lain," tegas Eddy. Sampai akhir tahun ini, Apersi mentargetkan 100.000 unit rumah subsidi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×