Sumber: KONTAN |
JAKARTA. Ancaman penumpukan kredit bermasalah atau non performing-loan (NPL) perbankan belum hilang. Stress test Bank Indonesia memperlihatkan, rasio NPL yang dihitung dalam metode gross bahkan bisa meningkat hingga 7%.
Hasil uji sensitivitas itu sungguh berbeda dengan pernyataan Deputi Gubernur BI Muliaman D. Hadad sebelumnya yang bernada optimistis. Muliaman yakin, rasio NPL tahun ini tak akan melampaui angka maksimal, yaitu 5%.
Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Halim Alamsyah menjelaskan, potensi kenaikan NPL itu adalah hasil stress test dalam skenario terburuk. "Jika itu terjadi, NPL gross yang akhir April 2009 lalu 4,6%, bisa melonjak hingga 6%-7%. Namun secara net, NPL tetap 2,0%," ungkap Halim, Kamis (4/6).
Dalam stress test itu, BI melakukan survei terhadap 250 perusahaan yang menjadi debitur. Dari survei tersebut, BI menempatkan sektor perdagangan, restoran dan hotel, serta pertanian dan pertambangan sebagai sektor yang paling rentan mengalami gagal bayar. "Sektor-sektor itu sudah mengalami penurunan permintaan," katanya.
Direktur Bisnis PT BRI Tbk. Sudaryanto Sudargo mengakui ancaman kenaikan NPL. "Bisnis debitur terpengaruh daya beli masyarakat yang menurun," kata Sudaryanto.
Tetapi Halim berharap, skenario terburuk itu tak akan terjadi dalam waktu dekat. Rasio NPL juga bisa tertahan karena sejumlah bank mulai membuka lebar-lebar keran penyaluran kredit.
Bankir juga optimistis angka NPL secara gross tak akan menembus 5%. "Setidaknya tren kenaikan NPL pada kuartal kedua ini tidak akan setajam kenaikan NPL pada triwulan pertama yang lalu,” tutur Direktur Tresuri dan Internasional PT Bank BNI Tbk. Bien Soebiantoro.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News