Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan dapat berpengaruh bagi bisnis asuransi kredit, terutama dari sisi klaim. Sebab, kenaikan suku bunga di tengah inflasi dinilai bisa menimbulkan risiko kredit macet.
Sebagai informasi, pekan lalu BI menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75%. BI diperkirakan masih berpeluang menaikkan suku bunga acuan lagi di tahun ini.
“Risiko terburuk yang mungkin terjadi adalah lebih banyak debitur yang gagal bayar atau macet, dan berdampak pada akan bertambahnya jumlah polis yang klaim akibat kredit macet,” ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Bern Dwyanto kepada Kontan.co.id, Senin (29/8).
Baca Juga: BNI Gandeng Asuransi Tri Pakarta, Beri Penjaminan Bank Garansi hingga Asuransi Kredit
Bern bilang, produk asuransi kredit saat ini perlu dilakukan review kembali dan menempatkannya di posisi yang lebih dapat dikendalikan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian.
Sebab, ia menilai perlu ada keseimbangan antara permodalan dengan besarnya risiko yang diambil. Selain itu, juga harus ada perbaikan dari struktur harga, syarat dan ketentuan, hingga transparansi kontrak terkait asuransi kredit ini.
“untuk menjaga kemampuan industri asuransi dan reasuransi dalam menerima risiko,” imbuhnya.
Sebagai catatan, Data AAUI mencatat klaim asuransi kredit sudah meningkat 84,4% yoy pada kuartal pertama tahun ini. Nilainya dari Rp 1,29 triliun menjadi sekitar Rp 1,92 triliun.
Direktur Utama PT Reasuransi Nasional Indonesia atau NasionalRe Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe juga mengatakan pihaknya yang juga menerima reasuransi kredit telah mengalami kenaikan klaim reasuransi kredit, meski tak menyebut angka pastinya.
Hanya saja, kalau dilihat dari laporan keuangan perusahaan, terlihat ada kenaikan total klaim bruto yang dibayar perusahaan dari kuartal pertama tahun ini sekitar Rp 1,09 triliun menjadi Rp 2,78 triliun di kuartal kedua.
Dody menilai relaksasi kredit dari pemerintah saat ini masih bisa mencegah adanya klaim asuransi kredit. Sebab, status kredit beberapa debitur yang sedikit terganggu masih dapat dicatatkan sebagai kredit lancar.
“Tentunya dapat mengurangi potensi klaim asuransi kredit di perusahaan asuransi,” ujarnya.
Ia juga bilang perusahaan asuransi perlu melakukan pencadangan teknis yang proper terhadap risiko terkait dengan pertanggungan risiko kredit jangka panjang di saat dinamika ekonomi ke depan tidak dapat diprediksii dengan pasti.
Menurutnya, masalah asuransi kredit bakal muncul jika perusahaan asuransi terlalu ekspansif menerbitkan polis asuransi kredit tanpa mempertimbangkan cakupan risiko kredit dan menetapkan tarif premi.
Baca Juga: Reasuransi Indonesia Syariah Kantongi Peringkat idA dari Pefindo
“(ditambah) Perusahaan asuransi kurang proper dalam menetapkan pencadangan teknis terhadap pertanggungan asuransi kredit yang diterbitkan,” jelasnya.
Meski demikian, CEO PT Asuransi Simas Insurtech Teguh Aria Djana bilang kenaikan suku bunga maupun inflasi belum akan berdampak pada klaim di lini usaha asuransi kredit di waktu dekat ini.
Sebab, mayoritas portfolio asuransi kredit di Simas insurtech masih berasal dari fintech lending yang ticket sizenya kecil. Di tambah tenornya yang pendek.
“Kenaikan suku bunga akan berdampak pada sektor yang padat modal dan kredit korporasi,” ujar Teguh.
Sebagai informasi, klaim netto Simas Insurtech, yang di dalamnya juga ada asuransi kreditnya, senilai Rp 290 miliar per Juni 2022. Angka tersebut naik 4 kali lipat dibanding periode yang sama tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News