Reporter: Ferrika Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah pertumbuhan industri asuransi, sektor jasa keuangan ini mendapatkan banyak pengaduan dari konsumen. Hal ini berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap industri ini.
Sampai dengan 20 Juni 2021, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima lebih dari 2.600 pengaduan mengenai asuransi. Sebanyak 40% pengaduan terkait kesulitan nasabah dalam mencairkan klaimnya.
"Muncul beberapa kabar negatif di industri asuransi seperti gagal bayar asuransi di media sosial sehingga merugikan konsumen unitlink. Hal ini membawa dampak negatif terhadap reputasi industri asuransi dan kepercayaan yang telah dibangun," kata Dewan Komisioner Bidang Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara, pekan lalu.
Menurut Tirta, bisnis asuransi merupakan bisnis kepercayaan yang ditopang dengan pilar perlindungan konsumen. Oleh karena itu, kehadiran ekosistem perlindungan konsumen yang memadai perlu dijaga demi mempertahankan kepercayaan mereka.
Baca Juga: Berkas perkara eks Komut AJB Bumiputera Nurhasanah dilimpahkan ke PN Jaksel
Berangkat dari situasi itu, OJK berupaya membangun ekosistem perlindungan konsumen dengan mengeluarkan serangkaian kebijakan yang harus ditaati perusahaan asuransi. Ada lima aspek yang menjadi perhatian otoritas. "Mulai dari prinsip transparansi, perlakuan yang adil, keandalan produk, kerahasiaan dan keamanan data, serta penanganan pengaduan yang harus ada dan diikuti," kata Tirta.
Dari kelimanya, transparansi, keadilan, dan penanganan pengaduan menjadi prinsip yang utama. Misalnya saja, prinsip transparansi menjadi pondasi awal dan jembatan yang menghubungkan transaksi keuangan antara perusahaan dengan calon konsumen.
Pada kenyataannya, OJK masih menemukan sejumlah agen yang tidak memberikan penjelasan secara lengkap, benar dan transparan mengenai manfaat serta risiko produk asuransi kepada calon konsumen. Umumnya, mereka hanya menjelaskan manfaat dan hasil investasi tapi tidak menjelaskan risiko produk secara lengkap. Akibatnya, masih banyak masyarakat yang keliru memahami produk unitlink sebagai investasi atau tabungan ketimbang proteksi.
Baca Juga: Perlukah Ikut Program Dana Pensiun di Luar Kantor? Ini Jawabannya
Menurut Tirta, ada beberapa hal krusial yang harus dijelaskan secara lengkap seperti risiko naik turunnya hasil investasi itu ditanggung oleh pemegang polis. Sementara perusahaan tidak menanggung risiko itu. "Yang kedua, pencairan produk unitlink dapat dikenakan penalti apabila waktunya kurang tepat. Hal ini bisa menggerus dana investasi konsumen," tambah dia.
Guna mengantisipasi hal itu, dia mendorong perusahaan asuransi memiliki sistem yang baik untuk mengawasi kinerja agen. Termasuk memastikan mereka telah melakukan sertifikasi agen secara memadai.
Selain masalah agen, OJK juga menemukan beberapa pelanggaran iklan yang dilakukan oleh industri perasuransian. Sejak Januari-Mei 2021, OJK menemukan sekitar 46% iklan perusahaan asuransi yang melanggar ketentuan.
Sementara pada prinsip perlakuan yang adil. Adanya perjanjian yang setara antara perusahaan dan konsumen. Salah satunya berisi ketentuan medis konsumen serta jenis penyakit atau obat yang tidak ditanggung perusahaan.
Baca Juga: Tunggakan pembayaran klaim AJB Bumiputera mencapai Rp 7 triliun
"Kami harap agar klausul baku semacam itu disampaikan secara benar, lengkap jelas dalam proses pemasaran. Sehingga penolakan klaim yang dilatarbelakangi oleh perbedaan pemahaman konsumen dapat diminimalisir," terangnya.
Sedangkan, prinsip penanganan pengaduan melalui pembentukan unit fungsi internal dispute resolution (IDR) di tiap perusahaan asuransi. Melalui unit tersebut, perusahaan dapat menerima pengaduan dengan mudah dan komprehensif.
Baca Juga: Tugu Insurance sediakan ambulans gratis untuk Pasien Covid-19
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News