Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 memberi tantangan bagi dunia bisnis untuk beroperasi secara cepat di tengah keterbatasan mobilitas, sambil tetap fokus melindungi para pekerja.
Survei Navigator HSBC terbaru Building Back Better menunjukkan bahwa meski dampak virus terhadap bisnis di Indonesia sama dengan yang dirasakan di belahan dunia lainnya, bisnis di Indonesia memperlihatkan dampak yang lebih kuat dibanding rata-rata pasar (80% vs 72%).
Struktur manajemen yang gesit (46%) sangat penting untuk membangun ketahanan –nilai tertinggi kedua setelah China (49%).
HSBC Navigator Resilience 2020 yang mensurvei 2.600 perusahaan di 14 pasar di seluruh dunia menunjukkan bahwa hampir dua per tiga (63%) bisnis di Indonesia beroperasi dengan melakukan sejumlah adaptasi.
Baca Juga: HSBC akan kembali melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap 35.000 karyawan
Di sisi lain, kurang dari seperlima (19%) dari bisnis di Indonesia menilai infrastruktur dan budaya bisnis mereka cukup mampu untuk mempertahankan stabilitas, sedikit lebih rendah dari rata-rata pasar (22%).
Bahkan setelah pelonggaran PSBB, dampak pandemi diperkirakan masih akan terasa. Lebih dari sepertiga bisnis merasa bahwa solusi baru diperlukan terutama berkenaan dengan lokasi kantor/tempat produksi di mana dua dari lima (40%vs 38% negara-negara lain) merasa perlu adanya solusi baru.
“Tak heran bahwa bisnis di Indonesia merasakan dampak Covid-19, seperti halnya perusahaan lain di seluruh dunia. Letak perbedaannya adalah di rencana merek a membangun ketahanan untuk masa depan. Mereka yang mengembangkan struktur manajemen yang gesit akan berada pada posisi terbaik untuk menghadapi badai dan membuktikan operasi mereka di masa depan," kata Eri Budiono, Commercial Banking Director PT Bank HSBC Indonesia dalam keterangannya, Selasa (11/8).
Selain itu, bisnis Indonesia melihat empat platform utama untuk ketahanan: penghargaan pada pelanggan (46%), neraca yang kuat (45%), memperlakukan karyawan dengan baik dan kemampuan beradaptasi dengan peristiwa eksternal (keduanya 44%).
Dari sentimen ini, sebuah proporsi yang jauh lebih besar di pebisnis Indonesia (40% vs 28% dari semua negara) melihat investasi untuk pemahaman pasar, pelanggan dan pesaing sebagai sesuatu yang penting dalam membangun ketahanan.
Survei ini juga menunjukkan bahwa pembiayaan adalah tindakan yang paling banyak disebutkan oleh para pebisnis di Indonesia sebagai bagian dari rencana membangun ketahanan dalam 1 -2 tahun terakhir.
“Mereka harus memastikan bahwa mereka memiliki cadangan keuangan yang cukup untuk digunakan saat diperlukan (39%),” ujarnya.
Ini adalah yang tertinggi di seluruh negara dalam survei (28%). Pebisnis juga perlu berinvestasi pada teknologi baru agar tenaga kerja lebih produktif: 37%, inovasi (32%), dan serta untuk meningkatkan komunikasi yang lebih cepat (32%).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News