Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki tahun ketiga pandemi, adopsi teknologi digital di berbagai sektor semakin meningkat, termasuk penggunaan pembayaran serta layanan keuangan digital yang mengarah pada perkembangan ekonomi digital secara meluas.
Perkembangan ini secara khusus membutuhkan dukungan untuk menunjang aktivitas, termasuk transaksi di ruang digital, sehingga perluasan peran dan penguatan ekosistem dan proses electronic Know Your Customer (e-KYC) semakin krusial.
Ketua Indonesia Fintech Society (IFSoc) Mirza Adityaswara memaparkan, pemanfaatan identitas digital dalam e-KYC mampu memfasilitasi berbagai interaksi individu dan institusi, dan menghasilkan manfaat bagi keduanya.
Baca Juga: Adaptasi dunia digital, OJK dorong BPR bekerja sama dengan fintech
e-KYC juga memungkinkan penciptaan nilai ekonomi untuk berbagai kelompok masyarakat di berbagai sektor dengan mendorong akses layanan yang lebih luas, membantu mengurangi penipuan, meningkatkan transparansi, serta mempromosikan digitalisasi yang efisien dan mudah. Salah satu negara pelopor yang sudah maju dalam pemanfaatan identitas digital dan e-KYC adalah Estonia.
Smart-ID di Estonia memungkinkan pelayanan publik berupa pengiriman online yang 99% aman. Sistem identitas digital memungkinkan Estonia untuk menyelesaikan KYC cek lebih cepat, melakukan pemungutan suara secara online hingga membayar pajak secara digital.
Pemerintah Estonia memperkirakan sistem ini menyumbang sekitar 2% dari PDB per tahun.
"Pemanfaatan e-KYC di Indonesia saat ini masih menghadapi berbagai tantangan. Saat ini, hukum perlindungan data pribadi di Indonesia masih diatur secara tersebar di berbagai peraturan. Terdapat sedikitnya 46 undang-undang di berbagai sektor legislasi yang kontennya mencakup materi terkait dengan data pribadi," ungkap Mirza, Senin (7/2).
Menurutnya, situasi ini menimbulkan ketidakpastian hukum perlindungan data di Indonesia. Oleh karena itu sangat dibutuhkan sistem pengelolaan data yang aman. Lebih jauh, kesadaran masyarakat mengenai perlindungan data pribadi masih rendah, sehingga potensi pelanggaran data masih cukup luas.
"Metode tick box serta swafoto dengan KTP yang saat ini digunakan, rentan disalahgunakan atau rentan akan terjadinya fraud," kata Mirza.
Dalam hal perluasan peran dan penguatan ekosistem e-KYC guna mengakselerasi ekonomi digital Indonesia di masa pemulihan, IFSoc menyampaikan tiga pandangan sebagai acuan tindak lanjut para pemangku kepentingan. Kolaborasi yang kuat antar pemangku kepentingan sangat dibutuhkan untuk membangun digital trust.
Baca Juga: Meski sudah turun, IFSoc menilai bunga fintech lending masih tinggi
Anggota Steering Committee IFSoc, Hendri Saparini, menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pemerintah yang terus mendorong sistem penegakan hukum yang tegas untuk membentuk ekosistem digital yang terpercaya.
Hal ini dapat diperkuat melalui percepatan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) sebagai payung hukum perlindungan data di dalam ruang digital.
“IFSoc juga mendukung upaya pemerintah dalam pembangunan infrastruktur dan kualitas talenta digital yang fokus pada peningkatan digital trust guna memperkuat sistem perlindungan konsumen dan mitigasi risiko penyalahgunaan data” ucap Hendri.
Pengembangan sistem e-KYC sangat diperlukan, seperti misalnya penambahan data poin atau parameter untuk memperkuat peranan e-KYC serta meminimalisir kerugian akibat eksploitasi data.
Dalam hal ini, IFSoc mendorong penguatan peran Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), Kementerian Dalam negeri, baik dalam kewenangan, kapasitas infrastruktur teknologi maupun anggaran dalam membangun ekosistem e-KYC yang ideal untuk industri.
IFSoc juga mendorong perluasan ruang diskusi antara pemerintah dan pelaku industri untuk membangun sistem e-KYC dan penggunaan identitas digital yang ideal.
Mengacu pada pengalamannya di bidang keamanan data, Syahraki Syahrir, Anggota Steering Committee IFSoc menyebut, transformasi digital perlu diimbangi dengan kesadaran akan pentingnya perlindungan data.
Baca Juga: IFSoc dukung BEI rancang regulasi IPO untuk perusahaan teknologi lokal
Menurut kami, data e-KYC sebaiknya tidak hanya bertumpu pada KTP, tapi perlu data poin lainnya yang dapat digunakan untuk memvalidasi identitas.
"Untuk menciptakan ruang digital yang lebih kondusif, perlu peningkatan kecakapan digital dan peningkatan kesadaran akan perlindungan data pribadi pada masyarakat luas," ujar Syahraki.
Berikutnya, IFSoc mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan literasi digital kepada masyarakat luas. Kecakapan digital menjadi satu syarat yang mutlak untuk mendukung ekosistem pengembangan ekonomi digital berbasis pemanfaatan identitas digital.
Selain itu IFSoc juga mendukung pemerintah memperkenalkan identitas digital serta mendorong sosialisasi kepada masyarakat luas akan pentingnya aspek perlindungan data pribadi dalam ruang digital.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Zudan Arif Fakhrulloh menyampaikan bahwa Indonesia secara sadar atau tidak sadar sudah masuk pada era digital trust, di mana masyarakat mulai percaya pada layanan digital.
"Di dalam era digital trust, dibutuhkan perangkat untuk menunjukkan kesahihan data-data diri melalui proses identifikasi, otentikasi, dan otorisasi," katanya.
Zudan menegaskan, bahwa biaya e-KYC juga jauh lebih hemat dibandingkan kalau kita masih sepenuhnya manual, biayanya sangat besar.
Dalam proses otentikasi, pihaknya juga mendorong fintech untuk melakukan minimal otentikasi dua arah (two-factor authentication), yaitu dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan foto wajah, dapat juga ditambah dengan tanda tangan digital.
Baca Juga: Indonesia Fintech Society dukung upaya pemerintah dalam digitalisasi bansos
"Dengan e-KYC biaya yang dikeluarkan akan lebih efisien dan akurat, dengan semakin berkembangnya teknologi," tutur Zudan.
Sebagai gambaran, dari sisi penetrasi internet, hingga tahun 2021, pengguna internet di Indonesia telah mencapai 72,87%, dan penetrasi pengguna smartphone telah mencapai 72.07%.
Di masa pandemi, terdapat 21 juta konsumen digital baru di Indonesia dengan 72% di antaranya berasal dari daerah non-metropolitan.
Terkait dengan kepemilikan identitas, sebanyak 168 juta (63%) penduduk telah memiliki identitas berbasis digital dan sebanyak 96 juta (36%) penduduk telah memiliki identitas akan tetapi belum berbasis digital. Kedua hal ini dapat dipandang sebagai peluang untuk mendorong perluasan peran dan pemanfaatan e-KYC.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News