Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal mengambil langkah antisipasi imbas penyebaran virus corona alias Covid-19 terhadap penyaluran kredit perbankan. OJK akan merelaksasi tiga pilar penilaian kualitas kredit.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, meskipun belum dapat menghitung dampak secara inci, wabah virus corona memang nyata mengganggu pelaku usaha misalnya di sektor pariwisata, dan ekspor-impor.
“Ada tiga pilar penilaian kualitas kredit: ketepatan pembayaran, prospek usaha, dan kondisi debitur. Dua pilar terakhir menjadi tidak relevan untuk jadi acuan saat ini. Debitur yang terdampak pasti prospek usahanya buruk sehingga masuk sebagai NPL, dengan prospek yang buruk, likuiditas debitur juga pasti akan terganggu,” kata Wimboh di Jakarta, Rabu (26/2).
Baca Juga: Bank besar makin gahar mendorong pertumbuhan rekening
Wimboh juga mengimbau agar para debitur yang terdampak segera mengajukan restrukturisasi kredit. Sebab dengan adanya relaksasi ini, kualitas kredit bakal tetap terjaga, dan tak memburuk menjadi kredit macet alias non performing loan (NPL).
Selain relaksasi, Wimboh bilang otoritas keuangan lainnya juga akan mendorong pelonggaran likuiditas perbankan. Tujuannya agar perbankan lebih punya banyak ruang menyalurkan kredit di segmen-segmen yang berdampak.
Ketua Bidang Pengkajian & Pengembangan Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Aviliani menambahkan sejatinya relaksasi ketentuan kualitas kredit ini mulanya diusulkan oleh perbankan.
Ia bilang selain dapat menjaga kualitas kredit perbankan, relaksasi ini sejatinya juga bermanfaat untuk menjaga rasio permodalan bank. Ini terkait implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71, dimana perbankan mesti menyiapkan pencadangan kerugian saat kredit baru diprediksi bakal macet alias dengan konsep expected loss.
Baca Juga: RI didepak dari negara berkembang, kredit ekspor perbankan bakal terhambat
“Dengan relaksasi ini, kredit yang direstrukturisasi bisa dikeluarkan dari perhitungan PSAK 71. Sehingga bank tidak perlu melakukan tambahan pencadangan. Karena dalam PSAK 71, kredit yang dinilai buruk saja akan membuat beban keuangan meningkat,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Ia memperkirakan, mulai awal kuartal II para pelaku usaha bakal mulai mengajukan restrukturisasi. Sebab, pelaku usaha biasanya masih memiliki persediaan dana produksi untuk 2 bulan hingga 3 bulan awal tahun.
Aviiani menambahkan meskipun dampak virus corona memang belum dapat ditakar, upaya restrukturisasi mesti tetap terukur. Termasuk memperhitungkan bukan hanya soal jangka waktu penyebaran Covid-19, melainkan juga soal pemulihan usaha, dan perbaikan arus kas debitur.
Sejumlah bankir yang ditemui KONTAN pada kesempatan serupa juga menyambut baik rencana relaksasi dari OJK. Direktur utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Sunarso bilang, secara pribadi ia bahkan telah mengajukan hal serupa kepada Wimboh.
“Saya sudah sampaikan kepada OJK dengan situasi seperti ini penilaian kolektibiltas yang bisa jadi acuan memang hanya soal ketepatan pembayaran, yang lainnya diabaikan terlebih dahulu. Sisanya, OJK bisa menentukan sampai kapan relaksasi ini bakal berlaku,” katanya.
Disamping usul relaksasi, bank terbesar di tanah air ini sejatinya juga bakal mulai memitigasi risiko dari peneybara Covid-19. Dengan mempertajam fokus ke segmen kredit mikro, BRI bakal memproyeksikan kredit ekspornya tumbuh moderat. Hingga kini kredit ekspor perseroan telah disalurkan R 40 trilun atau setara 5% dari total portofolio kredit perseroan.
Baca Juga: Bank Tidak Buru-Buru Menurunkan Bunga KPR
Sedangkan Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiatmadja juga menyambut baik rencana relaksasi ini. Di tengah situasi sulit, aksi relaksasi ini bisa jadi aksi mendongkrak pertumbuhan kredit bagi perbankan.
“Benar yang disampaikan, kalau ekonomi lesu, daya beli rendah, permintaan kredit juga mini. Ini bagus agar lebih menggariahkan ekonomi terutama di segmen-sektor pariwisata, penerbangan, dan turisme. Kita lihat nanti pelaksanaannya,” ujar Jahja.
BCA pada tahun lalu punya pengalaman terkait meningkatnya memburuknya kualitas kredit akibat kondisi yang kurang lebih sama. Tahun lalu, rasio kredit dalam pengawasan khusus perseroan meningkat hingga 18,5% akibat debitur yang terimbas bencana Palu, dan Lombok
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News