kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.060   76,14   1,09%
  • KOMPAS100 1.056   15,95   1,53%
  • LQ45 830   13,44   1,65%
  • ISSI 214   1,34   0,63%
  • IDX30 424   7,62   1,83%
  • IDXHIDIV20 510   8,45   1,68%
  • IDX80 120   1,83   1,54%
  • IDXV30 125   0,72   0,58%
  • IDXQ30 141   2,32   1,67%

Indef sebut gagal bayar koperasi karena pengawasan lemah


Senin, 18 Mei 2020 / 05:21 WIB
Indef sebut gagal bayar koperasi karena pengawasan lemah
ILUSTRASI. Penutupan operasional kantor Indosurya Koperasi Simpan Pinjam terkait pemberlakuan Pembatasan Sosial berskala Besar (PSBB) penanggulangan penyebaran Covid-19 BSD Tangerang, Selasa (28/4). Gagal bayar yang terjadi Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta ata


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam beberapa bulan terakhir, tren gagal bayar koperasi simpan pinjam semakin menyeruak ke permukaan. Terdapat tiga koperasi yang sudah berstatus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan sedang berupaya mengajukan perdamaian melalui restrukturisasi utang kepada nasabah seperti Koperasi Hanson Mitra Mandiri (HMM), KSP Indosurya Cipta dan KSP Alto.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai masalah koperasi di Indonesia memang rumit. Secara umum, karena kurangnya pengawasan dari Kementerian Koperasi dan UKM serta suku dinas koperasi di daerah - daerah.

“Pengawasan kurang sehingga pengelolaan dana kurang transparan. Jadi, kalau dana investasinya besar bisa mengalir ke mana-mana sehingga penyalahgunaan bisa terjadi karena kurang pengawasan dari lembaga terkait,” kata Eko kepada Kontan.co.id, Minggu (17/5).

Baca Juga: Kasus KSP Indosurya Cipta, Kepala PPATK: Pemeriksaan Tahap Pertama Sudah di Bareskrim

Dibandingkan bank, pengawasan koperasi dinilai lebih longgar. Pertama, dari sisi kelembagaan, pembentukan koperasi lebih mudah karena hanya perlu diisi oleh beberapa orang anggota atau tidak lebih dari 10 orang.

Kedua, usaha koperasi berbeda dengan bank yang sudah diatur secara ketat atau high regulated dari Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Misalnya saja, jika bank menetapkan bunga terlalu tinggi maka bisa ditegur oleh OJK, BI dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS).

“Kalau bunganya tinggi, pasti ditanya kenapa bisa tinggi sekali. Karena rasio bunganya dinilai terlalu tinggi maka disemprit,” ungkapnya.

Berbanding terbalik dengan koperasi. Dengan pengawasannya yang lemah, pemegang saham atau pengurus koperasi bisa saja menetapkan bunga lebih tinggi dari bank untuk menarik minat masyarakat.

Terlebih, mereka tidak diwajibkan menyampaikan laporan keuangan secara rutin maupun real time seperti bank. Jika terdapat persoalan di koperasi, kementerian atau lembaga terkait berpotensi memberikan sanksi tapi muncul pertanyaan apakah akan ditindaklanjuti secara cepat.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×