Reporter: Roy Franedya | Editor: Roy Franedya
Salah satu kebijakan Darmin Nasution yang banyak mengundang pembicaraan adalah devisa hasil ekspor (DHE). Kebijakan ini banyak mendapat pujian sebagai terobosan baru, tapi juga di kritik karena pelaku bisnis malas menjalankan.
Kebijakan ini lahir dari keinginan tahu Darmin pada berapa besar jumlah pasokan valuta asing (valas) dalam negeri. Ia mengajukan pertanyaan ini ke departemen riset dan pengelolaan moneter pada sebuah Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI).
Ia melontarkan pertanyaan tersebut sebab nilai tukar rupiah terus memble, ketika muncul permintaan valas yang besar di pasar. Namun, Darmin tidak mendapat jawaban pasti. Setiap bawahan yang ia tanya hanya bisa memberikan perkiraan dana valas di pasar.
Jawaban tersebut tak memuaskan Darmin. Ia memerintahkan para bawahannya mencari tahu berapa pastinya pasokan valas dalam negeri. Permintaan ini memunculkan ide pelaporan devisa ekspor.
Ide tersebut mendapat tentangan dari internal BI. Ketakutan mereka, kebijakan ini bisa diartikan sebagai kontrol devisa gaya baru. Padahal dalam Undang-Undang Lalu Lintas Devisa, Indonesia menganut rezim devisa bebas.
Darmin kembali mempertunjukkan kemampuannya dalam menyakinkan bawahann. Ia menjelaskan, kebijakan ini hanya untuk mengetahui berapa pastinya pasokan valas. Eksportir masih bisa memindahkan dana valas keluar Indonesia. Akhirnya, semua sepakat dengan ide tersebut. Tim pengkaji aturan pun dibentuk.
Dalam perjalanan, Darmin merasa pembuatan aturan ini terlalu lambat. Diskusi yang tak kunjung tuntas dianggap sebagai biang keladinya. Darmin pun mengambil tindakan. Dalam sebuah RDG, Darmin mendiktekan isi aturan devisa ekspor ke Direktur Eksekutif Riset dan Kebijakan Moneter, Perry Warjoyo.
Aturan DHE terbit pada Agustus 2012. Dalam aturan tersebut BI mewajibkan eksportir melaporkan DHE mereka paling lambat 6 bulan setelah pemberitahuan ekspor barang (PEB). Akhir Desember 2012, BI kembali menyempurnakan kebijakan ini dengan mempersingkat masa pelaporan dari 6 bulan menjadi 3 bulan.
Aturan ini langsung mendapat tanggapan negatif dari kontraktor minyak bumi dan gas (migas) asing. Alasannya, selama ini pemerintah memberikan kebebasan penuh bagi kontraktor untuk mentransaksikan dan menyimpan DHE. Kebijakan BI dianggap tidak menghormati perjanjian yang telah dibuat.
Keberatan ini disampaikan pada BI dalam sebuah pertemuan yang dihadiri perwakilan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan perwakilan kontraktor asing.
Dalam pertemuan ini mereka meminta aturan tersebut dikecualikan pada kontraktor asing. Permintaan ini langsung menyulut emosi Darmin. Ia menggebrak meja. "Ini otoritas saya dan Anda harus nurut," ujarnya, dengan wajah memerah menahan amarah.
Beredar kabar, perseteruan ini yang menyebabkan istana enggan mencalonkan kembali Darmin sebagai Gubernur BI. Pemerintah khawatir Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan menciut. Maklum, migas merupakan satu penyumbang terbesar pendapatan pemerintah.
(Bersambung).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News