Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keberlanjutan telah menjadi isu sentral dalam banyak industri saat ini, termasuk industri reasuransi tidak terkecuali. Direktur Teknik Operasi Indonesia Re, Delil Khairat menyatakan, sebagai perusahaan asuransi bagi perusahaan asuransi lainnya, Indonesia Re akan terus memastikan untuk melangsungkan bisnis reasuransi yang berkelanjutan dengan cara berkolaborasi. Kolaborasi dengan membagi risiko dengan para pemilik modal, pemilik bisnis, maupun pemilik aset.
Sebagai Ketua Asean Reinsurance Working Committee - Asean Insurance Council (AIC), upaya kolaboratif telah dilakukan oleh Indonesia Re melalui inisiasi green energy insurance pool, bersama reasuradur – reasuradur anggota AIC. AIC akan terus mengumpulkan keahlian dan kemampuan finansial untuk menghadapi tantangan yang mungkin akan terjadi terhadap industri perasuransian.
"Topik keberlanjutan seringkali dilupakan. Padahal, perspektif tentang risiko yang terkait dengan green business dan strategi mengurangi risiko tersebut merupakan topik sangat penting bagi setiap perusahaan yang ingin berinvestasi di green business," kata Delil, dalam rilis, Jumat (15/9).
Baca Juga: Hingga Juli, Nasional Re Bukukan Pendapatan Premi Rp 3,39 Triliun
Ada dua jenis risiko yang berdampak pada ekonomi ketika menyangkut masalah keberlanjutan, yaitu risiko fisik dan risiko transisi. Risiko fisik adalah risiko aset yang mungkin sudah banyak diketahui. Misalnya, berkaitan dengan kebakaran atau kerusakan akibat bencana alam. "Namun, ketika kita mengalami perubahan iklim, kita dapat melihat bukti bahwa lambat laun perubahan iklim juga mengubah intensitas dan juga perilaku risiko ini,” ujar Delil.
Sementara itu, risiko transisi adalah risiko yang timbul dalam proses transisi dari brown economy (karbon tinggi) menunju green economy (karbon rendah). Dari perspektif industri asuransi, tidak mudah mengambil risiko pada green business karena dua alasan.
Pertama, kurangnya data statistik. Industri asuransi memiliki banyak aktuaris yang mencoba memprediksi sesuatu di masa depan berdasarkan data masa lalu. Namun, data yang tersedia dari data masa lalu tidak cukup untuk membekali para aktuaris.
Kedua, kurangnya pemahaman tentang sifat risiko itu sendiri karena green business biasanya melibatkan inovasi, teknologi baru, dan prototipe solusi yang belum cukup dipahami. Mengasuransikan green business menjadi lebih menantang daripada bisnis biasa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News