Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pebisnis pembiayaan tak mengkhawatirkan rencana sejumlah pemerintah provinsi (pemprov) menerapkan pajak kendaraan bermotor secara progresif. Mereka yakin, pemberlakuan tarif progresif tak akan memangkas penjualan kendaraan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Dennis Firmansyah, Rabu (9/9), optimistis, niat masyarakat membeli kendaraan pribadi tetap tinggi, selama sarana transportasi umum masih buruk.
Pemberlakuan pajak progresif bertujuan untuk membatasi penggunaan kendaraan bermotor di jalan raya. Selain untuk menghemat energi, pembatasan bermanfaat untuk mengurangi kemacetan di kota besar.
Namun pajak kendaraan progresif juga bisa menyurutkan niat warga untuk membeli kendaraan kedua. Pemprov yang sudah berencana memberlakukan tarif pajak kendaraan secara progresif adalah DKI Jakarta.
Dennis menilai, selisih tarif antara mobil pertama dengan kedua atau ketiga tidak terlalu besar. "Jadi orang juga tidak khawatir dengan penambahan pajak ini,” ungkapnya yakin.
Presiden Direktur PT BCA Finance Roni Haslim juga menilai, tarif progresif tak berimbas besar. Pembeli mobil mahal atau menengah ke atas tidak akan terpengaruh. "Harga mobilnya saja ratusan juta, tentu tidak masalah bagi mereka apabila pajaknya naik," katanya.
Dalam prediksi Roni, yang bakal susut adalah permintaan mobil murah. "Pembeli mobil murah kemampuan finansialnya terbatas. Jadi kalau beban pajak naik, maka mereka akan berpikir ulang untuk membeli mobil lagi," tambah Roni.
BCA Finance lebih banyak menyalurkan pembiayaan untuk pembelian mobil yang harganya Rp 200 juta ke atas. Porsinya 70% mobil menengah ke atas dan 30% mobil murah.
Hanya Direktur PT Indomobil Finance Gunawan yang merisaukan tarif progresif untuk pajak kendaraan. "Pasar mobil baru saja pulih, seusai guncangan krisis keuangan global," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News