Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Hingga saat ini, market share perbankan syariah jika dibandingkan dengan industri perbankan nasional masih sangat kecil. Data yang dihimpun BI menunjukkan, market share perbankan syariah dari total aset masih kurang dari 5%.
Sementara data Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juli 2015, tercatat aset bank umum syariah dan unit usaha syariah hanya sebesar Rp 273,48 triliun atau 4,6% dibandingkan total aset bank umum yang mencapai Rp 5.925,67 triliun.
Bagi bankir bank syariah, pangsa pasar mereka seharusnya bisa lebih tinggi. Apalagi populasi muslim di Indonesia sangat besar. "Jelas ini merupakan pangsa pasar yang potensial," kata Direktur Bisnis PT Bank BNI Syariah Imam Teguh Saptono, Senin (21/9).
Namun, kata Imam, ada beberapa faktor yang menghambat perkembangan bank syariah di tanah air. Pertama adalah pajak simpanan berjangka atau deposito syariah yang relatif tinggi. Saat ini, menurut Imam, bank syariah dibebani pajak deposito yang besarnya sama dengan bank konvensional, yaitu 20% dari margin suku bunga yang diberikan.
Pertimbangan ini karena sifat margin deposito perbankan syariah tidak tetap, berbeda dengan suku bunga deposito bank konvensional yang bersifat tetap atau fixed. "Seharusnya pajak simpanan berjangka lebih rendah mendekati pajak deviden atau reksadana,” ujar Imam.
Kedua, kurangnya dukungan pemerintah. Imam berharap, pemerintah dapat memprioritaskan operasional penempatan penerbitan sukuk ke bank syariah.
Ketiga, saat ini penempatan dana yang dipercayakan khusus di perbankan syariah hanya dana hasil. Walaupun saat ini dana haji yang dikelola seluruh perbankan syariah cukup besar, yaitu hampir Rp 17 triliun dari total keseluruhan DPK syariah yang sebesar Rp 200 triliun.
Ke depannya, Imam mengatakan, selain dana haji, bank syariah juga harus mempunyai penempatan dana lain. “Seperti di Malaysia ada dana BUMN dan dana cadangan kesultanan negara bagian, kami harapkan pengelolaan sukuk ini penyalurannya bisa ke perbankan syariah,” ujar Imam.
Keempat, masih minimnya kualitas SDM bank syariah. Saat ini, banyak bankir syariah merupakan cabutan dari bank kovensional. Nah, harusnya keterampilan penyaluran pembiyaaan dan ilmu mengenai perbankan syariah bisa diaplikasikan lebih jauh.
Imam memberi contoh di Malaysia. Di Negeri Jiran, pemerintah dan regulator keuangan selalu bersinergi dalam mengembangkan perbankan syariah bahkan dari kecil, yaitu dari penerapan kurikulum syariah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News