kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Instrumen keuangan makin beragam, begini siasat bank pertahankan likuiditas


Selasa, 15 Januari 2019 / 05:30 WIB
Instrumen keuangan makin beragam, begini siasat bank pertahankan likuiditas


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perebutan dana pihak ketiga (DPK) perbankan semakin sengit. Tak hanya berebut likuiditas dengan sesama bank, kini perebutan DPK masyarakat juga semakin ketat lantaran banyaknya produk instrumen keuangan yang bisa diakses masyarakat. Salah satunya saving bond ritel (SBR) yang diterbitkan pemerintah. 

Maklum saja, instrumen jenis ini juga menawarkan imbal hasil yang tak kalah menarik dengan instrumen keuangan seperti deposito. Saving Bond Ritel seri 005 (SBR005) misalnya yang dirilis 10 Januari lalu menawarkan bunga minimum yang menarik yakni 8,15%. Ke depan, pemerintah berencana masih akan menerbitkan tiga kali SBR lagi.

Sekretaris Perusahaan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jan Hendra mengatakan, soal peralihan dana pihak ketiga (DPK) perbankan ke SBN ritel sejatinya bukan ancaman. Sebab pada akhirnya, dana yang dihimpun dari SBN akan kembali ke masyarakat atau sistem perbankan melalui belanja pemerintah.

Namun ia tak menampik, dalam jangka pendek, likuditas perbankan memang terancam. "Yang perlu menjadi perhatian adalah menjaga likuiditas kami dengan menjaga keseimbangan portofolio aset jangka pendek dengan jangka panjang," katanya kepada Kontan.co.id, Senin (14/1).

Siasatnya, kata Hendra, BCA masih akan bertumpu pada pengumpulan dana murah alias Current Account and Saving Account (CASA). Ditambah penghimpunan deposito sebagai penyeimbang.

Sebelumnya, Presiden Direktur Jahja Setiaatmadja menyebut penerbitan SBN memang jadi tantangan likuiditas. Pasalnya, ia bilang setiap kali pemerintah merilis SBN, 30%-40% dana beralih dari bank. "DPK tahun ini memang akan lebih berat, makanya sulit pula jika kredit diminta agresif. Jika DPK lancar kita berani," kata Jahja.

Hingga November 2018 BCA telah menghimpun DPK hingga Rp 614,53 triliun, meningkat 6,86% secara year on year (yoy) dibandingkan November 2017 sebesar Rp 575,04 triliun. Sedangkan pertumbuhan kredit BCA dalam periode yang sama bertumbuh hingga 18,81%, dimana pada November 2018 jumlahnya sebesar Rp 526,93 triliun.

BCA merupakan salah satu mitra distribusi SBR005 yang ditunjuk pemerintah. 

Mitra distribusi lainnya, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) juga turut mengamini kondisi tersebut.

Menghadapi tantangan likuditas tersebut, Direktur Bank BTN Budi Satria bilang BTN akan mendorong masyarakat calon pembeli SBN untuk menggunakan uang di luar dana perbankan. Di samping itu, guna menjaga likuiditas perseroan jangka pendek, BTN juga berencana merilis negotiable certificate of deposit (NCD) dalam waktu dekat.

"Kami mendorong nasabah untuk menggunakan fresh money yang disimpan di luar BTN. Di samping itu kami juga sedang melakukan review untuk menerbitkan NCD, tapi berapa nilainya, dan kapan waktunya belum bisa disampaikan," kata Budi.

Terakhir, pada November lalu BTN juga telah merilis NCD tahap III/2018 dengan nilai total Rp 2,02 triliun.

Surat utang tersebut dibagi atas tiga seri, pertama Seri A senilai Rp 1,34 triliun berkupon 8,3% pertahun dengan tenor 183 hari. Kemudian Seri B senilai Rp 170 miliar dengan kupon 8,4% pertahun dan tenor 170 hari. Dan Seri C senilai Rp 510 miliar dengan kupon 8,5% pertahun dan tenor 365 hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×