kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.198.000   7.000   0,32%
  • USD/IDR 16.704   -32,00   -0,19%
  • IDX 8.123   23,91   0,30%
  • KOMPAS100 1.123   -0,15   -0,01%
  • LQ45 802   -0,17   -0,02%
  • ISSI 282   -0,15   -0,05%
  • IDX30 421   -0,29   -0,07%
  • IDXHIDIV20 479   -0,99   -0,21%
  • IDX80 124   0,62   0,50%
  • IDXV30 134   -0,24   -0,18%
  • IDXQ30 132   -0,41   -0,31%

Intip Rekomendasi Saham Bank Jumbo Usai Rilis Kinerja per Agustus 2025


Selasa, 30 September 2025 / 06:28 WIB
Intip Rekomendasi Saham Bank Jumbo Usai Rilis Kinerja per Agustus 2025
ILUSTRASI. Analis memberikan rekomendasi saham setelah melihat kinerja big banks di sepanjang periode Januari-Agustus 2025


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja sejumlah bank dalam Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI) empat hingga Agustus 2025 kurang menggembirakan. Di mana, mayoritas bank jumbo mencatatkan penurunan kinerja laba.

Lihat saja kinerja PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang catatkan laba tahun berjalan pada periode Agustus 2025 turun 8,66% secara tahunan atau year on year (YoY).

Mengutip laporan bulanan BMRI, Senin (29/9/2025), laba Bank Mandiri di periode Januari-Agustus 2025 mencapai Rp 30,65 triliun. Jumlah itu turun 8,66% dibanding laba di periode delapan bulan pertama 2024 yang sebesar Rp 33,55 triliun.

Walau demikian, dari sisi pendapatan bunga bersih, Bank Mandiri mengalami kenaikan sebesar 3,35%. Pendapatan bunga bersih BMRI capai Rp 51,17 triliun, naik dari Agustus 2024 yang senilai Rp 49,51 triliun.

Baca Juga: Bank Mandiri Catat Laba Rp 30,65 Triliun per Agustus 2025

Kerugian penurunan nilai aset keuangan (impairment) BMRI juga terlihat menyusut hingga 25,72% capai Rp 4,49 triliun. Sebagai perbandingan, pada periode sama tahun sebelumnya, beban tersebut capai Rp 6,04 triliun.

Dari sisi intermediasi, portofolio kredit dari Bank Mandiri tetap mampu mengalami peningkatan. Kredit yang BMRI salurkan mencapai Rp 1.353 triliun atau naik 10,74% YoY per Agustus 2025.

Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang BMRI himpun juga naik 10,56% menjadi Rp 1.706 triliun. Sebagai perbandingan, pada periode Agustus 2024 baru senilai Rp 1.543 triliun.

Di sisi lain, laba PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) juga terlihat turun per Agustus 2025. Laba tahun berjalan BNI pada periode Januari-Agustus 2025 turun 5,74% secara tahunan (YoY).

Laba BNI di periode delapan bulan ini mencapai Rp 13,4 triliun. Sebagai perbandingan, pada periode sama di tahun sebelumnya, laba BNI tercatat Rp 14,2 triliun.

Dari sisi pendapatan bunga bersih, BNI tetap mengalami tekanan. Pendapatan bank berlogo 46 di periode ini hanya senilai Rp 25,3 triliun, sedikit turun dari Agustus 2024 yang senilai Rp 25,6 triliun.

Tak hanya itu, beban biaya pencadangan BNI juga masih membengkak hingga Rp 4,7 triliun. Sebagai perbandingan, pada periode sama tahun sebelumnya, beban tersebut baru sekitar Rp 4,5 triliun.

Meski demikian, portofolio kredit dari BNI tetap mampu mengalami peningkatan. Kredit yang BNI salurkan mencapai Rp 768,6 triliun atau naik 8,2% YoY.

Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) BNI naik menjadi Rp 869,1 triliun per Agustus 2025. Sebagai perbandingan, pada periode Agustus 2024 baru senilai Rp 745,3 triliun.

Baca Juga: Giro Topang Pertumbuhan DPK Perbankan pada Agustus 2025

Nasib berbeda dialami PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang memperoleh laba Rp 39,06 triliun hingga Agustus 2025. Capaian tersebut meningkat 8,52% YoY.

Namun BCA masih berjibaku dengan beban biaya pencadangan yang tetap menggunung. Pasalnya, beban yang perlu ditanggung BCA untuk pos tersebut naik 106,75% YoY menjadi Rp 2,66 triliun.

Kenaikan beban biaya pencadangan tersebut juga melesat jika dibandingkan pada posisi di bulan sebelumnya. Pada Juli 2025, beban biaya pencadangan BCA masih naik 64,63%.

Secara nilai, beban tersebut juga mengalami kenaikan dari bulan ke bulan. Di Juli 2025, bebannya masih sekitar Rp 1,9 triliun dan di Agustus 2025 naik jadi Rp 2,66 triliun.

Di sisi lain, salah satu penyokong kenaikan laba tersebut adalah pendapatan bunga bersih yang mencapai Rp 53,12 triliun. Sebagai perbandingan, pada periode sama tahun sebelumnya, pendapatan bunga bersih dari BCA baru senilai Rp 50,55 triliun.

Tak hanya itu, pendapatan non bunga yang didapat BCA juga mengalami kenaikan 18,89% YoY menjadi Rp 18,26 triliun di Agustus 2025. Kontribusi terbesar berasal dari pendapatan berbasis komisi yang mencapai Rp 12,61 triliun.

Dari sisi fungsi intermediasinya sendiri, BCA memiliki portofolio kredit di Agustus 2025 mencapai Rp 920,87 triliun. Pada periode sama tahun sebelumnya, kredit milik bank swasta terbesar di Indonesia ini baru senilai Rp 842,7 triliun.

Sementara itu, BCA juga masih mampu menghimpun Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Agustus 2025 mencapai Rp 1.160 triliun. Angka tersebut juga lebih tinggi jika dibandingkan periode Agustus 2024 yang senilai Rp 1.102 triliun.

Baca Juga: Kinerja Saham Big Banks Melemah pada Penutupan Bursa Kamis (25/9)

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji mengatakan, pertumbuhan kredit akan membaik di semester II-2025. Sering dengan adanya faktor seasonality.

"Biasanya strong domestic consumption terjadi karena faktor moment Natal, jika kita melihat dari kondisi makro pun juga sebenarnya bisa mendukung. Misalnya berkaitan dengan ekspansi industri manufaktur di tanah air. Kita ketahui bersama bahwasanya PMI manufaktur kita juga terus mengalami ekspansi," jelas Nafan kepada kontan.co.id, Senin (29/9/2025).

Hal ini diharapkan dapat meningkatkan permintaan kredit perbankan. Adapun secara technical analysis ia juga mempertimbangkan terkait dengan valuasi di mana pergerakan harga saham perbankan sudah di bawah fairly valued.

"Jadi artinya sudah undervalued, dan juga juga dividendnya aktraktif ya, karena dividend yieldnya juga termasuk tinggi untuk perbankan," katanya.

Achmad Yaki, Head Online Trading BCA Sekuritas menilai, agak tricky jika melihat data selama delapan bulan pertama 2025, namun jika melihat kinerja di semester I-2025 yang masih solid dan inline hanya BBCA. Di sisi lain, bank BUMN justru malah tertekan dan menurun.

 

"Poyeksi untuk big bank masih bisa tumbuh revenue nya kisaran 5%-12% di sepanjang 2025 namun tekanan margin karena naiknya biaya dana (Cost of Fund/CoF) yang lebih tinggi dibandingkan imbal hasil aset menekan NIM, meskipun NIM masih di proyeksi membaik di semester II 2025," jelasnya.

Selain itu perlambatan pertumbuhan kredit juga disebut menjadi pekerjaan rumah lain untuk kinerja big bank, hanya BBCA yang masih menunjukkan pertumbuhan kredit yang solid, bahkan di beberapa bigbank justru ada kenaikan biaya provisi salah satunya misal BBRI yang berkontribusi makin menekan laba nya.

"Overall, masih BBCA cenderung paling inline dengan  konsesnsus, adapun lagging harga yang terjadi saat ini merupakan potensi menarik untuk akumulasi saham big bank terutama BBCA, BMRI BBRI dan BBNI," imbuhnya.

Selanjutnya: Investor Asing Catatkan Net Buy Rp 190 Miliar, Saham BBCA Ikut Diserok (29/9)

Menarik Dibaca: Investor Asing Catatkan Net Buy Rp 190 Miliar, Saham BBCA Ikut Diserok (29/9)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×