Reporter: Ferry Saputra | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menetapkan batas bawah tarif Imbal Jasa Penjaminan (IJP) guna menjaga iklim usaha penjaminan yang sehat dan kompetitif.
PT Penjaminan Kredit Daerah Provinsi Sumatera Barat (Perseroda) atau PT Jamkrida Sumbar menilai rencana penetapan batas bawah tarif IJP dapat berdampak baik bagi industri.
"Penerapan batas bawah tarif imbal jasa penjaminan bisa untuk mengantisipasi perang tarif," ucap Direktur Utama PT Jamkrida Sumbar Ibnu Fadhli kepada Kontan, Minggu (9/11/2025).
Ibnu menuturkan sebenarnya Asosiasi Perusahaan Penjaminan Daerah (Aspenda) sudah memulai upaya tersebut sejak 2024, yakni semua Jamkrida sepakat untuk melakukan perbaikan tarif.
Baca Juga: Minimalkan Risiko NPL UMKM, Jamkrida Sumbar Terapkan Sejumlah Upaya Ini
Dia menerangkan saat itu dilakukan perhitungan tarif imbal jasa penjaminan seluruh Jamkrida oleh konsultan aktuaris. Namun, penerapannya di lapangan belum bisa efektif karena belum adanya aturan dari OJK soal itu.
"Oleh karena itu, menurut saya OJK harus segera menerapkan hal tersebut agar industri penjaminan bisa sehat," ungkapnya.
Namun, Ibnu mengatakan paling penting setiap Peraturan OJK (POJK) yang dilahirkan harus berlaku mandatory untuk kedua sisi, baik penjaminan maupun perbankan.
Dia mencontohkan seperti POJK Nomor 11 Tahun 2025 soal penjaminan yang menyatakan sharing risiko bank minimal 25%, tetapi POJK yang di sisi bank tidak mengharuskan hal tersebut. Dengan demikian, aturan mengenai sharing risiko masih sulit diterapkan.
"Intinya, POJK Penjaminan dan POJK Bank seharusnya sejalan," katanya.
Mengenai tarif IJP, Ibnu menyebut rata-rata IJP di Jamkrida Sumbar sekitar 0,5% per tahun. Namun, untuk usulan batas bawah tarif IJP, dia mengatakan sebaiknya ideal minimal 0,7% per tahun, yaitu sesuai dengan perhitungan aktuaria perusahaan pada 2024.
Baca Juga: Jamkrida Sumbar Temukan Tren Peralihan Penjaminan dari Produktif ke Non Produktif
Lebih lanjut, Ibnu menerangkan segmen kredit yang paling ketat persaingannya adalah kredit multiguna/konsumtif dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sebab, pada umumnya Bank Pembangunan Daerah (BPD) masih fokus pada segmen tersebut.
Selain itu, Ibnu mengatakan risiko gagal bayar pada kredit segmen itu pada dasarnya kecil, karena sumber pembayaran angsurannya berasal dari payroll gaji. Ditambah, kebanyakan penjaminan mengincar KUR sebagai fokus bisnis mereka.
Selanjutnya: Emiten Gelar Buyback Bernilai Jumbo, Ini Catatan Analis
Menarik Dibaca: Tanaman Herbal untuk Obat Sakit Perut, Redakan Nyeri dengan Pengobatan Rumahan!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













