Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Direksi Jamsostek diminta untuk lebih serius berbenah dan tak hanya sibuk beriklan jelang diberlakukannya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS. Jamsostek juga diminta untuk mempersiapkan sistem dan sumber daya agar program BPJS berjalan dengan baik.
"Harus ada sosial kontrol dari publik, agar mencegah prilaku moral hazard, baik di Askes maupun di Jamsostek," ujar Hasbullah Thabrany pakar dari Center for Health Economics and Policy Universitas Indonesia, Minggu (22/12) dalam keterangan tertulisnya.
Menurut dia, harus ada perbaikan mendasar dari direksi Jamsostek jika ingin BPJS jalan. Hasbullah juga menilai bahwa iklan BPJS yang ditayangkan di berbagai media mengenai BPJS juga tidak tepat.
"Mereka harus mengubah iklan mereka. Bukan iklanin BPJS-nya, tapi SJSN-nya. Kan kalau sebuah perusahaan mengiklankan, produknya yang diperkenalkan," katanya.
Hal yang juga harus diperbaiki, berkaitan dengan identifikasi potensi masalah. Masyarakat belum memahami BPJS sehingga dipastikan akan banyak kendala dan keluhan.
"Mereka harus mengubah budaya untuk mengutamakan layanan publik. Jangan ada rasa "aku pegang uang banyak nih" maka aku berkuasa," tandasnya.
Direksi Jamsostek, tegas Hasbullah, harus berpikir bahwa duit triliunan yang dikelola itu merupakan amanat yang harus dikembalikan lagi manfaatnya ke pekerja.
"Mereka harus berpikir "Kami diamanatkan pegang banyak uang orang, dan kami digaji dari orang yang punya uang itu maka kami harus layani peserta sebaik mungkin," ujarnya.
Di lain sisi, Ketua Umum Serikat Pekerja Jamsostek (SPJ), Abdurrahman Irsyadi meminta Direksi Jamsostek agar lebih prudent dalam memilih instrumen investasi. Pasalnya saat ini kondisi pasar sedang tidak kondusif. "Masalah investasi Jamsostek menurut SPJ harus prudent, hati-hati," ujar Irsyadi.
Menurut Irsyadi, investasi yang sudah dijalankan saat ini memang sudah bagus dengan memilih investasi di pasar modal dan pasar uang. Hanya saja ia berharap, instrumen investasi yang dipilih juga harus bisa memberikan keuntungan bagi pekerja. "Harus memberi efek dalam hal pengembangan investasi," imbuhnya.
Menurutnya saat ini Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) BPJS, masih belum mendengarkan aspirasi masyarakat pekerja. Rumusan RPP tersebut, kata Irsyadi, belum dilakukan uji publik, sehingga jika langsung diserahkan kepada Presiden dikhawatirkan isinya tidak sesuai dengan harapan pekerja atau buruh.
Untuk itu ia berharap pemerintah hendaknya konsisten terhadap amanat UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS bahwa apa yang sudah didapatkan oleh peserta Jamsostek tidak berkurang.
Tim RPP BPJS harus memahami benar tentang pengelolaan dana Jamsostek. Tapi kenyataannya rumusan belum matang tapi sudah diajukan ke Presiden.
"Kalau BPJS Ketenagakerjaan akan berlaku per 1 Juli 2015 dan PUMP (pinjaman uang muka perumahan) melekat di JHT (jaminan hari tua) sebesar 80% dari JHT peserta BPJS Ketenagakerjaan eks peserta Jamsostek, tentu ini akan membuat para pekerja dan buruh makin susah punya rumah," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News