Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Bank JTrust Indonesia menargetkan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) net di bawah 2% dan NPL gros di bawah 4%. Direktur Utama JTrust Bank Indonesia Ahmad Fajar optimistis target itu bisa dicapai lantaran perseroan telah melakukan upaya peningkatan rasio kesehatan.
Ahmad Fajar bilang, peningkatan kesehatan JTrust Bank Indonesia dilakukan melalui penjualan AYDA senilai Rp 188 miliar. Bank yang nangkring di papan bursa saham dengan kode emiten BCIC ini juga melakukan pembentukan perusahaan Aset Manajemen Unit (AMU).
Perseroan melakukan transaksi penjualan NPL senilai Rp 844 miliar kepada perusahaan AMU terafiliasi yaitu PT JTrust Investment Indonesia (JTII) pada Oktober 2015 lalu. Hasilnya, NPL net JTrust Bank Indonesia turun drastis dari 7,48% menjadi 2,98% per September 2015.
“Dengan aksi korporasi yang dilakukan perseroan, tingkat kesehatan JTrust Bank terus membaik dengan target NPL pada akhir tahun di level 2,2%,” kata Ahmad Fajar di Jakarta, Senin (28/12).
Ahmad Fajar menjelaskan, penjualan aset bermasalah kepada perusahaan terafiliasi seperti yang dilakukan JTrust Bank merupakan hal pertama di industri perbankan Indonesia. Selama ini, kata Ahmad Fajar, sebagian besar bank mengalihkan aset bermasalah kepada induk usaha.
Aksi korporasi JTrust Bank Indonesia ini, kata Ahmad Fajar, mendapat respon positif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan akan menerapkan skema pengalihan aset tersebut di industri perbankan Tanah Air. Sebagaimana diketahui, belakangan terdapat beberapa bank yang tertarik membentuk Aset Manajemen Unit (AMU) untuk mengelola kredit bermasalah seperti Bank CIMB Niaga dan juga Maybank Indonesia.
“Pengalihan aset yang dilakukan JTrust Bank ke perusahaan terafiliasi telah direstui oleh regulator dan bahkan menjadi pilot project untuk diterapkan di industri perbankan nasional. Hal ini sangat membantu dalam menekan NPL,” ucap Ahmad Fajar.
Sementara itu, dari sisi rasio kecukupan modal atawa capital adequacy ratio (CAR) JTrust Bank Indonesia juga semakin meningkat. Setelah pada Maret 2015 kemarin perseroan menerbitkan saham baru senilai Rp 300 miliar dan pada September 2015 sebesar Rp 400 miliar, perseroan juga menerbitkan obligasi subordinasi senilai US$ 25 juta pada Oktober 2015 lalu.
Dengan begitu, total suntikan modal bank yang 99% sahamnya dimiliki oleh investor asal Jepang ini menjadi Rp 1,04 triliun. Dana hasil aksi korporasi tersebut dicatat sebagai modal disetor perseroan.
Dengan penjualan aset bermasalah kepada perusahaan AMU terafiliasi itu, maka saat ini CAR perseroan berada di level 18,61%. Per September 2015 lalu, CAR perseroan berada di posisi 16,15%.
“Rasio permodalan sebesar 18,61% memberikan ruang yang cukup kepada perseroan untuk melakukan ekspansi usaha,” ucap Ahmad Fajar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News