kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kasus asuransi terus terulang, pengamat: Fungsi pengawasan OJK lemah


Kamis, 23 Juli 2020 / 21:08 WIB
Kasus asuransi terus terulang, pengamat: Fungsi pengawasan OJK lemah
ILUSTRASI. Karyawan memberikan pelayanan usai peresmian kantor baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Solo di Jalan Slamet Riyadi, Solo, Jawa Tengah, Jumat (19/6/2020). Gedung baru OJK Solo perancangannya menjadi standar gedung OJK di daerah yang menggambarkan nilai visi


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus asuransi jiwa terus muncul di permukaan. Mulai dari kasus AJB Bumiputera, Jiwasraya, Asabri, Wanaartha Life, hingga Kresna Life.

Sederet asuransi tersebut memunculkan pertanyaan bagaimana peranan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengatur serta mengawasi sektor ini. Sehingga kasus di industri asuransi terus terulang.

Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo mengatakan, bahwa terjadi regulatory and supervisory gap dalam badan OJK yakni kesenjangan antara fungsi regulasi yang sangat ketat (over regulated). Sementara, fungsi pengawasan justru sangat lemah.

Baca Juga: Tunggu restu OJK, Jiwasraya akan keluarkan produk baru sebagai bagian restrukturisasi

"Kesenjangan terjadi karena adanya benturan kepentingan akibat OJK memungut iuran dari industri yang mereka awasi sendiri. Itukan bisa konflik kepentingan," kata Irvan kepada Kontan.co.id, Kamis (23/7).

Akibatnya, terjadi tebang pilih atau konflik kepentingan dengan pihak tertentu. Misalnya saja, untuk perusahaan asuransi A OJK bersikap lemah tapi untuk asuransi B justru keras. Hal serupa, juga terjadi di perbankan.

Irvan juga menyebut kewenangan yang ada di tangan OJK selama ini sangat besar. Sehingga, kondisi ini membuat OJK menjadi lembaga super body dan rawan penyalahgunaan.

Maka itu, ia mendukung wacana pembubaran OJK dan pengembalian kewenangannya pada Bank. Jika OJK dibubarkan, maka pengawasan perbankan bisa kembali ke Bank Indonesia (BI).

Sementara, pengawasan IKNB seperti asuransi bisa berada di bawah Kementerian Keuangan, di masa Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

Meski demikian, OJK masih bisa memperbaiki diri. Dengan konsisten dalam menegakkan regulasi (law enforcement). Serta dibarengi perbaikan pengawasan di Industri Keuangan Non - Bank (IKNB).

Baca Juga: Bumiputera, Jiwasraya, kini giliran Kresna Life berulang kali tunda pembayaran polis

Terkait kritikan beberapa pihak terhadap pengawasan OJK, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso angkat suara pada Jumat lalu (10/7) dalam wawancara dengan salah satu televisi swasta.

Wimboh menyatakan bahwa dengan terungkapnya banyak kasus di sektor keuangan, artinya kinerja regulator berjalan dengan baik.

"Kalau sekarang ini banyak terungkap kasus, artinya kita sudah menjalankan tugas dengan baik, karena kita expose dan enforce. Jadi jumlah kasus yang meledak, itu bukan indikasi OJK tidak menjalankan tugas. Justru OJK menjalankan tugas," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×