kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.555.000   9.000   0,58%
  • USD/IDR 16.190   15,00   0,09%
  • IDX 7.089   24,28   0,34%
  • KOMPAS100 1.050   2,99   0,29%
  • LQ45 820   -0,96   -0,12%
  • ISSI 212   2,00   0,95%
  • IDX30 421   -0,80   -0,19%
  • IDXHIDIV20 504   -0,45   -0,09%
  • IDX80 120   0,40   0,33%
  • IDXV30 124   0,56   0,46%
  • IDXQ30 139   -0,48   -0,34%

Ketua OJK ungkap peluang dan tantangan perbankan syariah pasca merger


Rabu, 10 Februari 2021 / 16:39 WIB
Ketua OJK ungkap peluang dan tantangan perbankan syariah pasca merger
ILUSTRASI. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc.


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan ekonomi dan keuangan Syariah.

Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner OJK menjelaskan, Indonesia memiliki populasi 87% atau setara 230 juta penduduk, penduduk Indonesia terdiri dari 56,7% penduduk perkotaan dan 43,3% tinggal di pedesaan, pertumbuhan ekonomi Syariah yang tinggi dimana tahun 2019, dan pertumbuhan ekonomi Syariah tercatat sebesar 5,72% (PDB nasional saat itu yang 5,02%).

Selain itu, semakin meningkatnya industri halal Indonesia dimana pada tahun 2020, nilai perdagangan industri halal Indonesia telah mencapai 3 Miliar dolar AS dengan tren yang meningkat.

"Untuk meningkatkan capaian industri keuangan syariah di Indonesia dengan memaksimalkan potensi dimaksud, kami memandang masih terdapat beberapa tantangan yang akan dihadapi ke depan, diantaranya, market share industri jasa keuangan Syariah masih relatif kecil, yaitu sebesar 9,90% dari aset industri keuangan nasional. Perbankan Syariah dituntut mampu menyediakan kebutuhan keuangan dalam pengembangan industri halal dan pengembangan Lembaga Keuangan Syariah," jelas Wimboh dalam siaran resmi, Rabu (10/2).

Baca Juga: Ini strategi Bank Syariah Indonesia mengejar Malaysia, masuk 10 bank besar di global

Selain itu, permodalan yang terbatas, dimana masih terdapat enam Bank Syariah yang memiliki modal inti di bawah Rp 2 triliun dari total 14 bank umum Syariah per Desember 2020, literasi keuangan Syariah yang masih sangat rendah, yaitu sebesar 8,93%, jauh tertinggal dibandingkan indeks nasional sebesar 38,03%. Sementara Indeks Inklusi Keuangan Syariah yang sebesar 9,1% juga masih tertinggal dibandingkan indeks nasional sebesar 76,19%.

Selanjutnya, terbatasnya sumber daya di industri keuangan syariah, antara lain kebutuhan sumber daya manusia yang handal dan memiliki kompetensi tinggi di bidang perbankan Syariah, competitiveness produk dan layanan keuangan Syariah yang belum setara dibandingkan keuangan konvensional. Dalam hal ini, diversifikasi produk keuangan Syariah dan business matching menjadi hal yang sangat krusial, dan rendahnya research and development dalam mengembangkan produk dan layanan syariah lebih inovatif. 

Wimboh mengatakan, untuk menjawab tantangan tersebut, kehadiran Bank Syariah Indonesia (BSI) dengan kemampuan permodalan dan sumber daya yang kuat dapat menjadi momentum untuk mengakselerasi perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia bahkan untuk eksis di kancah global dan regional.



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×