kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kinerja Bank-Bank Besar Tetap Solid, Lihat Rekomendasi Sahamnya


Minggu, 17 Juli 2022 / 19:45 WIB
Kinerja Bank-Bank Besar Tetap Solid, Lihat Rekomendasi Sahamnya
ILUSTRASI. Pertumbuhan perolehan laba bank-bank besar hingga Mei 2022 naik dari pertumbuhan bulan sebelumnya.


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja perbankan semakin mengalami peningkatan. Pertumbuhan perolehan laba bank-bank besar hingga Mei 2022 naik dari pertumbuhan bulan sebelumnya. Beberapa bank telah memberikan proyeksi bahwa kinerja kuartal II tahun ini akan lebih baik dari triwulan pertama.

Kendati begitu, performa saham-saham bank besar justru melempem sejak akhir Mei 2022. Berdasarkan data RTI, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) misalnya ditutup terkoreksi 0,3% pada penutupan perdagangan Jumat (15/7) ke level Rp 7.000. Dalam tiga bulan terakhir, saham bank sudah terkoreksi 9,1%.

Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBCA) ditutup naik 0,9% ke level Rp 4.110 tetapi telah merosot 9,5% dari tiga bulan terakhir. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) ditutup koreksi 1,3% ke level Rp 7.175 serta dalam sebulan terakhir telah anjlok 12,5% dan dalam tiga bulan melorot 6,5%.

Adapun saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang ditutup stabil di level Rp 7.275 per akhir pekan lalu telah tercatat merosot 13,4% dalam tiga bulan terakhir.

Baca Juga: Laba Diproyeksi Melesat, Berikut Rekomendasi Saham Vale (INCO)

Sementara laba bersih bank-bank tersebut justru kian membaik. BBCA contohnya membukukan net profit secara bank only per Mei sebesar Rp 14,3 triliun atau naik 35,4% year on year (YoY). Hingga bulan April baru naik 27,4%.

Kinerja PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) tercatat paling mentereng. Laba bersih BBRI hingga Mei tumbuh 10,6% YoY jadi Rp 19,15 triliun. Hingga April, laba bank ini tumbuh 72,7% YoY.

Aestika Oryza Gunarto, Sekretaris Perusahaa BRI mengatakan, pihaknya memproyeksikan kinerja kuartal II akan lebih baik di kuartal I.

"Pasalnya, di kuartal II terdapat beberapa momentum seperti Ramadan dan Lebaran yang mampu mendorong konsumsi masyarakat, yang pada ujungnya mengerek permintaan kredit dan berdampak positif terhadap kinerja perseroan," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (15/7).

BRI akan terus mendorong pertumbuhan kinerja sampai akhir tahun meskipun di sisi lain masih harus memupuk pencadangan untuk mengantisipasi tantangan ekonomi ke depan. Ada tiga strategi yang disiapkan untuk mendorong kinerja tahun ini tetap tumbuh baik.

Pertama, selektif dalam menentukan kelayakan nasabah restrukturisasi dengan mempertimbangkan kondisi dan potensi bisnis nasabah. Serta menerapkan soft landing strategy dengan terus membentuk cadangan yang cukup untuk mengantisipasi terjadinya pemburukan kualitas kredit nasabah restrukturisasi.

Kedua, BRI akan fokus untuk bertumbuh pada pinjaman-pinjaman yang memiliki yield tinggi, yaitu segmen mikro dan consumer loan. Ketiga, meningkatkan rasio dana murah secara gradual dari 63% pada tahun 2021 menjadi 66% pada 2024.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus melihat, kinerja perbankan secara fundamental akan semakin membaik pada kuartal II.  Menurutnya, aktivitas ekonomi dan stabilitas pemulihan ekonomi nasional telah mendorong kenaikan transaksi perbankan. Kredit juga semakin menunjukkan ekspansinya sehingga memberikan ruang pertumbuhan net interest margin (NIM).

"Dan yang terpenting, bank-bank besar terus menjaga dan mengelola Non Performing Loan (NPL)-nya sehingga pertumbuhan akan semakin baik diikuti dengan risiko yang terjaga," jelas Nico.

Baca Juga: Tahan Tekanan Inflasi, Cek Rekomendasi Saham Barang Konsumsi Ini

Sementara hingga akhir tahun, ia memperkirakan, ada potensi perlambatan kinerja perbankan dari capaian di semester I karena efek prospek kenaikan bunga acuan Bank Indonesia (BI). Namun, potensi penurunan itu tipis. Sebab, selama pemulihan ekonomi tetap terjaga didukung oleh situasi dan kondisi yang kondusif, perbankan  akan tetap bisa menghadapi ketidakpastian di pasar.

Dalam jangka pendek, kata Nico, kenaikan bunga BI kemungkinan akan direspon negatif oleh pasar. Namun, sampai akhir tahun, ia memperkirakan bahwa prospek saham bank-bank besar masih cukup menjanjikan.

"Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, IHSG selalu mencatatkan kinerja yang positive pada bulan December. Belum lagi didukung oleh window dressing. Selama prospek sahamnya secara jangka panjang positif, penurunan harga saham bank-bank besar saat ini justru menjadi salah satu kesempatan untuk melakukan akumulasi beli," kata Nico.

Menurut Analis Mirae Asset Sekuritas Handiman Soetoyo, terlepas dari gejolak pasar, tekanan harga saham bank-bank besar saat ini justru menawarkan potensi kenaikan lebih besar

Oleh karena itu, Mirae tetap mempertahankan rating overweight di sektor perbankan.

"Pilihan utama kami adalah BBRI dengan target harga Rp 5.450 dan BMRI dengan target harga Rp 10.200. Kami juga menyukai BBCA dengan rekomendasi trading buy dengan target harga Rp 8.550 karena memiliki kinerja yang paling tangguh, yang merupakan elemen penting selama masa-masa sulit." jelas Handiman dalam risetnya.

Handiman melihat, kinerja BBRI, BMRI dan BBNI berada di atas perkiraan konsensus. Sedangkan BBCA inline dengan proyeksi konsensus. BBRI yang menorehkan pencapaian kinerja terbaik hingga Mei didorong oleh pertumbuhan pendapatan bunga dan pendapatan non-bunga yang lebih kuat, serta didukung adanya efisiensi beban bunga.

Sedangkan, kinerja BMRI menurutnya didorong oleh efisiensi opex. Mirae Asset melihat dampak dari NPL Titan Infra Energy (Titan) tidak akan begitu besar ke kinerja perseroan karean debitur tersebut sudah ditetapkan sebagai NPL sejak Agustus 2020 sehingga pencadangan sudah dilakukan untuk mengantisipasinya kerugiannya.

Melihat kinerja bank-bank besar sepanjang lima bulan pertama ini dan kondisi makro ekonomi Indonesia, Handiman optimistis dengan propsek perbankan tetapi tetap diperlukan kewaspadaan.

"Perhatian kami ada di kualitas aset dan pertumbuhan kredit. Karena banyak bisnis baru saja pulih dari pandemi, kualitas kredit beberapa debitur bisa saja berpotensi memburuk biula suku bunga naik. Pertumbuhan kredit juga dapat terkena dampak negatif dari kenaikan suku bunga, terutama di segmen konsumer." imbuhnya.

Baca Juga: Simak Rekomendasi Analis untuk Saham Emiten Logam Industri Berikut Ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×