Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi
Rencana bisnis tersebut meliputi antara lain, perbaikan kualitas pembiayaan, perbaikan kinerja keuangan, peningkatan peran LPEI sebagai special mission vehicle dan pelaksanaan penugasan khusus ekspor dari pemerintah, re-build corporate early warning system, pembuatan model pembiayaan untuk segmen usaha kecil dan menengah ekspor, penguatan manajemen risiko dan pengembangan organisasi, sumber daya manusia dan teknologi informasi.
Sebagai langkah awal LPEI telah membentuk unit yang berfungsi memperbaiki kualitas aset yang berfungsi memperbaiki kualitas asset dengan melakukan restrukturisasi, litigasi dan recovery. "LPEI telah menyampaikan komitmen perbaikan kepada OJK untuk menurunkan NPL. Dimana permasalahan kredit bermasalah ditargetkan selesai dalam dua tahun. Namun, seiring merebaknya wabah corona yang membuat ekonomi bergerak lambat, membuat komitmen perbaikan NPL di LPEI memiliki tantangan lain," sambungnya.
Baca Juga: UMKM binaan LPEI bisa ekspor saat pandemi covid-19, bukti pasar ekspor masih terbuka
Yadi menambahkan bahwa secara operasional, pada 2019 LPEI mencatatkan laba operasional Rp 1 triliun sebelum Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Namun pada saat yang sama, LPEI membentuk CKPN sebesar Rp 6,68 triliun. Sehingga LPEI membukukan kerugian sebesar Rp 4,7 triliun. Coverage ratio LPEI dicatat sebesar 49 persen yang mencerminkan kehati-hatian LPEI dalam mengelola NPL sekaligus dalam rangka persiapan implementasi PSAK 71 di tahun 2020.
"LPEI menyadari kondisi saat ini tidak mudah bagi para pelaku usaha termasuk debitur-debitur LPEI, tetapi sebagai special mission vehicle pemerintah, LPEI akan mendukung program pemerintah untuk membantu para eksportir untuk tetap dapat menjaga kinerjanya," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
