Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski perbankan dihadapkan pada masalah likuiditas tampaknya tak membuat penerbitan obligasi menjadi jalan pintas. Pasalnya, kondisi ekonomi seperti saat ini berpotensi membuat bankir pikir-pikir untuk mencari likuiditas dari surat utang.
Data PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat penerbitan surat utang oleh perbankan di kuartal I-2025 hanya ada satu bank. Meskipun, nilai dari penerbitan tersebut mencapai Rp 5 triliun.
Di sisi lain, Pefindo masih memiliki mandat penerbitan surat utang dari sektor perbankan yang belum terealisasikan hingga akhir kuartal I-2025 senilai Rp 12,6 triliun. Di mana, ada lima bank yang bakal menerbitkan obligasi tersebut.
Baca Juga: Bank SMBC Indonesia (BTPN) Bayar Bunga Obligasi Sebesar Rp 23,99 Miliar
Hanya saja, Kepala Divisi Pemeringkatan Jasa Keuangan Pefindo Danan Dito memproyeksikan tren penerbitan obligasi perbankan akan sedikit perlambatan. Setidaknya, trennya akan terjadi dalam satu hingga dua kuartal mendatang.
Terlebih, Dito bilang kondisi perang dagang yang memanas saat ini bisa membuat bank tidak akan terburu-buru menerbitkan surat utang. Hal ini berkaitan dengan sikap kehati-hatian bank untuk merespons perilaku pasar.
“Mungkin harus lihat dulu ke depan ini trade war ini akan seperti apa sih, apakah dengan adanya 90 hari brief itu akan agak mereda atau bagaimana. Mungkin masih melihat prospek pertumbuhan ke depannya,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo Suhindarto melihat jika seluruh mandat bisa direalisasikan tahun ini, sejatinya akan lebih tinggi dibandingkan dari tahun lalu. Artinya, penerbitan tahun ini bisa mencapai Rp 17,6 triliun.
Baca Juga: Pefindo Raih Mandat Obligasi Rp 56,69 Triliun, Perbankan dan Tambang Terbesar
Sebagai gambaran, sepanjang 2023, sektor perbankan menerbitkan obligasi senilai Rp 12,3 triliun, dan pada 2024 naik menjadi Rp 15,9 triliun. “Rata-rata penerbitan perbankan memang stabil di bawah Rp 20 triliun, namun tetap signifikan jika dibandingkan sektor lain,” ujar Suhindarto.
Sependapat, Corporate Secretary Bank Mandiri, M. Ashidiq Iswara bilang pihaknya tentu memiliki pertimbangan untuk menerbitkan surat utang.
Beberapa faktor utama, antara lain kebutuhan pendanaan sesuai dengan rencana bisnis, kondisi likuiditas internal, serta situasi dan sentimen pasar keuangan yang berkembang.
Ia menambahkan Bank Mandiri juga selalu menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. “Pendekatan ini dilakukan untuk menjaga struktur pendanaan yang sehat dan mendukung ekspansi bisnis berkelanjutan perseroan ke depan,” ujarnya.
Adapun, Bank Mandiri juga memiliki surat utang yang akan jatuh tempo pada Mei 2025. Nilai obligasi dari surat utang yang akan jatuh tempo tersebut senilai Rp 350 miliar.
Baca Juga: Bantu Likuiditas, Penerbitan Obligasi Bisa Jadi Pilihan Perbankan
“Memasuki tahun 2025, Bank Mandiri optimis terhadap kemampuan likuiditasnya dalam memenuhi kewajiban, termasuk pelunasan obligasi,” tambahnya.
Direktur Keuangan BTN Nofry Rony bilang saat ini sejatinya memiliki rencana untuk melakukan penerbitan obligasi. Tak hanya obligasi dalam bentuk valuta rupiah tetapi juga valuta asing.
Hanya saja, Nofry mengisyaratkan tidak akan terburu-buru dalam menerbitkan surat utang. Ia melihat perlu memperhatikan juga sektor eksternal sebelum menerbitkan obligasi. “Penerbitan akan dilakukan dengan tetap memperhatikan kondisi makro ekonomi secara keseluruhan,” ujarnya.
Sama halnya dengan Bank Mandiri, BTN juga memiliki obligasi jatuh tempo pada Mei 2025 dengan nilai Rp 600 miliar. Nofry juga menegaskan BTN memiliki likuiditas yang mencukupi untuk melunasi tersebut.
Selanjutnya: Cek Rekomendasi Teknikal BRIS, ANTM, dan ADRO untuk Perdagangan Rabu (16/4)
Menarik Dibaca: Rawat Mata Tetap Sehat, JEC Hadirkan One-Stop Service untuk Kesehatan Mata Anak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News