Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Bank asal Jepang yang berkongsi dengan perbankan di negeri ini terus bertambah. Yang terbaru, Joyo Bank menggandeng Bank Negara Indonesia (BNI). Ini bank ke 35 asal negeri sakura yang bermitra dengan BNI. Selain dengan bank berlogo 46 itu, perbankan Jepang juga bekerjasama dengan Bank Internasional Indonesia (BII) dan CIMB Niaga.
Adi Setianto, Direktur Tresuri dan Financial Institutions BNI, mengatakan, kerjasama ini sangat strategis lantaran nasabah bank asal Jepang yang berbisnis di Indonesia membutuhkan pembiayaan rupiah dan penempatan dana. "Kami melihat ada potensi dana pihak ketiga (DPK) dan pinjaman," kata dia, Rabu (5/9). BNI berencana merangkul lagi 11 bank asal Jepang, sehingga sampai akhir tahun bertambah menjadi 46 bank
Dari kerjasama dengan bank Jepang ada potensi pembiayaan US$ 48,8 miliar. Kredit mengalir ke properti, manufaktur, konstruksi, pertanian dan pertambangan.
Namun pinjaman yang terlaksana tahun ini baru Rp 50 miliar sebagai tahap awal. Sedangkan potensi DPK mencapai Rp 2 triliun sampai akhir tahun. "Mulanya kami menyerap dana dari pengusaha Jepang kemudian mereka memanfaatkan layanan transaksi sampai pada akhirnya membutuhkan pinjaman," kata Abdullah Firman Wibowo, Manager Internasional BNI.
Saat ini BNI telah menghimpun DPK hingga Rp 1,35 triliun dari 196 perusahaan Jepang di Indonesia. Dari jumlah itu, 50% di deposito.
Perusahaan Jepang juga menyimpan dana di BNI Tokyo. Nilainya sekitar US$ 20 juta, dari nasabah dua bank Jepang. Firman mengestimasi, jika para nasabah dari 46 bank Jepang juga menyimpan dana di BNI Tokyo, ada potensi DPK senilai US$ 460 juta. "Bisa merealisasikan 50%-nya sudah bagus," katanya.
Kazuyoshi Terakado, President Joyo Bank mengatakan, bank asal Jepang butuh kerjasama dengan bank lokal untuk melayani nasabahnya yang berbisnis di Indonesia. Sebut saja Toyota, Honda, Hitachi dan Sony. "Nasabah kami banyak yang akan membuka pabrik di sini. Mereka butuh modal kerja dan pembiayaan," katanya.
Handoyo Soebali, Direktur Bank CIMB Niaga, mengatakan, kelanjutan kerjasama perseroan dengan dua bank asal Jepang belum mencapai tahap konkrit seperti pembiayaan pinjaman. "Untuk di commercial belum ada dalam bentuk pembiayaan dan sumber DPK juga belum ada realisasinya," katanya.
Sejauh ini, kedua pihak baru sebatas tukar-menukar informasi. Misalnya korporasi asal Jepang ingin mencari kawasan industri atau memerlukan informasi perizinan.
CIMB Niaga bekerjasama dengan Shizuoka Bank dan Hachijuni Bank Ltd. Bank dalam menyediakan berbagai kebutuhan finansial semisal trade finance, layanan arus kas hingga transaksi.
Arwin Rasyid, Presiden Direktur CIMB Niaga, mengatakan, kerjasama ini menghasilkan imbal balik yang saling menguntungkan. Hachijuni menyarankan nasabahnya menggunakan jasa CIMB Niaga. Di sisi lain, mereka juga untung karena dapat melayani nasabah tanpa perlu membuka cabang di sini. Ada sekitar 60 perusahaan nasabah Hachijuni beroperasi di tanah air. Sebagian besar bergerak di manufaktur.
Arwin berharap kemitraan ini mendongkrak bisnis CIMB Niaga, baik dari tabungan, pembiayaan dan pendapatan. Meski belum banyak, pinjaman korporat asal Jepang sudah mencapai Rp 4 triliun dari total pinjaman CIMB Niaga.
Sementara itu, BII bekerjasama dengan Shinkin Central Bank (SCB). BII menjadi servicing bank bagi nasabah SCB di Indonesia.
Jenny Wiriyanyo, Direktur BII, memaparkan dari survei yang dilakukan SCB, ada 100 nasabah mereka yang masuk ke Indonesia. "Untuk tahun ini diprediksi akan ada sekitar 300 nasabah SCB yang ke Indonesia. Dan BII akan memfasilitasi selama di sini," tambahnya. Mayoritas nasabah SCB yang masuk ke Indonesia adalah pemasok dari industri manufaktur, seperti otomotif dan elektronik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News