Reporter: Ferry Saputra | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah mengusut kasus dugaan kartel bunga di industri pinjaman online (pinjol) atau fintech peer to peer (P2P) lending. Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur menerangkan pengusutan kasus dugaan kartel bunga pinjol merupakan inisiatif dari KPPU.
"Kasus pinjol berasal dari temuan internal KPPU, bukan laporan," ucapnya kepada Kontan, Kamis (15/5).
Kasus itu bermula ketika KPPU menduga adanya pelanggaran pasal 5 di UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang pengaturan bersama penyelenggara fintech lending soal penetapan bunga.
Saat itu, Deswin menerangkan perusahaan fintech lending yang tergabung dalam asosiasi industri, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), secara bersama-sama diduga membuat atau melaksanakan perjanjian penetapan harga atau bunga yang dikenakan ke konsumennya berdasarkan pedoman asosiasi sebesar 0,8%, kemudian menjadi 0,4% pada 2021.
Deswin menyebut pengaturan kesepakatan harga atau bunga tidak boleh dilakukan pelaku usaha. KPPU menilai pengaturan harga harusnya dilakukan lembaga negara, regulator, atau pemerintah.
Baca Juga: Dugaan Kartel Bunga Pinjol Bisa Turunkan Kepercayaan Masyarakat pada Fintech Lending
Alhasil, tahap penyelidikan awal dilakukan KPPU sejak 5 Oktober 2023, sebelum akhirnya dinaikkan status menjadi penyelidikan. Saat itu, banyak penyelenggara yang bergantian dipanggil oleh KPPU untuk memberikan keterangan terkait kasus penetapan bunga tersebut.
Seusai melakukan tahap penyelidikan, pada Maret 2025, Deswin sempat menyampaikan bahwa KPPU secara resmi telah meningkatkan status penanganan kasus kartel bunga pinjol ke tahap pemberkasan. Keputusan peningkatan status itu diambil dalam Rapat Komisi yang berlangsung pada 5 Maret 2025 di Kantor Pusat KPPU, Jakarta.
Masuk Tahap Persidangan
KPPU diketahui terus melanjutkan perkara dugaan kartel bunga pinjol dan memutuskan akan menyidangkan dugaan perkara tersebut dalam Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan yang dilaksanakan dalam waktu dekat. Keputusan itu dibuat berdasarkan hasil penyelidikan dan pemberkasan, melalui Rapat Komisi pada 25 April 2025.
"Langkah itu menandai eskalasi serius atas temuan indikasi pengaturan bunga secara kolektif di kalangan pelaku usaha pinjaman berbasis teknologi," kata Ketua KPPU Fanshurullah Asa dalam keterangan tertulis, Selasa (29/4).
Fanshurullah menerangkan penyelidikan KPPU mengungkap adanya dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dia menyampaikan sebanyak 97 penyelenggara layanan pinjaman online atau fintech lending yang ditetapkan sebagai Terlapor diduga menetapkan plafon bunga harian yang tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal (eksklusif) yang dibuat asosiasi industri, AFPI.
Fanshurullah mengatakan pihaknya menemukan bahwa mereka menetapkan tingkat bunga pinjaman (yang meliputi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya) yang tidak boleh melebihi suku bunga flat 0,8% per hari, dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman yang kemudian besaran tersebut diubah menjadi 0,4% per hari pada 2021.
“Kami menemukan adanya pengaturan bersama mengenai tingkat bunga di kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi selama 2020 hingga 2023. Hal itu dapat membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen," ungkap Fanshurullah.
Baca Juga: Ini Respons AFPI Soal Dugaan Kartel Bunga Pinjol
Dia bilang agenda sidang itu bertujuan menyampaikan dan menguji validitas temuan, serta membuka ruang pembuktian lebih lanjut.
"Jika terbukti melanggar, para pelaku usaha dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda hingga 50% dari keuntungan berdasarkan pelanggaran atau hingga 10% dari penjualan di pasar bersangkutan dan selama periode pelanggaran," ungkapnya.
Fanshurullah menyampaikan bahwa KPPU menekankan penanganan kasus kartel bunga pinjol merupakan bagian dari upaya menjaga ekosistem persaingan usaha yang sehat di sektor keuangan digital. Dia beranggapan industri fintech dinilai memiliki peran strategis dalam mendorong inklusi keuangan, sehingga praktik-praktik anti persaingan harus dihentikan dan dicegah sejak dini karena berdampak luar biasa bagi masyarakat khususnya bagi masyarakat kecil dan menengah.
“Melalui penegakan hukum tersebut, KPPU meminta agar regulator dapat memperbaiki revisi standar industri, memperketat kontrol terhadap asosiasi, mengubah pola bisnis pinjol, hingga memicu penurunan bunga pinjaman ke tingkat yang lebih kompetitif," katanya.
Dari sisi konsumen, Fanshurullah menilai penegakan hukum terkait kasus tersebut menjadi sinyal positif terhadap perlindungan hak peminjam dan efisiensi biaya layanan keuangan digital.
Baca Juga: KPPU Duga Ada Kartel Bunga Pinjol, Begini Respons AFPI
Selanjutnya: Edukasi Kesehatan Gigi, Lion Wings Luncurkan Bus Periksa Gigi Keliling Gratis
Menarik Dibaca: 5 Cara Mencegah Depresi pada Remaja, Selalu Pantau Media Sosial Anak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News