kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   3.000   0,20%
  • USD/IDR 16.060   -55,00   -0,34%
  • IDX 7.203   -55,52   -0,76%
  • KOMPAS100 1.081   -15,13   -1,38%
  • LQ45 848   -13,78   -1,60%
  • ISSI 220   -1,68   -0,76%
  • IDX30 433   -7,79   -1,77%
  • IDXHIDIV20 521   -9,80   -1,85%
  • IDX80 123   -1,87   -1,49%
  • IDXV30 128   -2,63   -2,01%
  • IDXQ30 144   -2,50   -1,71%

Kredit melambat dan tren restrukturisasi jadi penyebab anjloknya NIM perbankan


Minggu, 06 September 2020 / 20:26 WIB
Kredit melambat dan tren restrukturisasi jadi penyebab anjloknya NIM perbankan
ILUSTRASI. Nasabah memanfaatkan layanan ATM bank OCBC NISP untuk bertransaksi


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Semasa pandemi Covid-19, kemampuan bank untuk mencetak profitabilitas sedikit terganggu. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sampai dengan bulan Juli 2020 tren penyaluran kredit perbankan memang melandai. 

Merujuk data OJK, per Juli 2020 realisasi kredit perbankan hanya tumbuh sebesar 1,53% secara year on year (yoy). Praktis tidak banyak bergerak dari posisi di bulan sebelumnnya. Padahal, pada akhir Maret 2020 kredit perbankan secara industri masih bisa tumbuh sebesar 7,95% secara tahunan. 

Alhasil, kemampuan bank untuk mencetak laba alias profitabilitas cenderung menurun. Tercermin dari rasio net interest margin (NIM) yang per Juli 2020 sudah menyentuh angka 4,44%. Jauh lebih rendah dari periode Juli 2019 lalu yang masih sempat di level 4,9%. 

Baca Juga: Ekonom: Perbankan Indonesia dinilai mampu hadapi hantaman pandemi

Beberapa bankir yang dihubungi Kontan.co.id membenarkan hal tersebut. Tren penurunan NIM memang selalu sejalan dengan tingkat peningkatan kredit perbankan. Belum lagi, pada masa pandemi ini perbankan juga dibebani dengan tingginya restrukturisasi kredit. Otomatis, pendapatan bunga perbankan ikut menurun.

Ambil contoh, PT Bank OCBC NISP Tbk yang per Juni 2020 membukukan NIM sebesar 3,9%. Cenderung menurun dari periode setahun sebelumnya yang sempat di level 4%. Tapi kabar baiknya, posisi itu sejatinya tidak bergerak dari kuartal I 2020 alias stagnan.

Direktur Bank OCBC NISP Hartati menjelaskan, perlambatan pertumbuhan kredit dan penurunan bungalah yang saat ini menjadi tantangan perbankan dalam menjaga NIM. Nah, alih-alih tidak ingin NIM turun lebih dalam, perseroan kini terus berupaya untuk melanjutkan strategi peningkatan dana murah alias CASA. 

Salah satunya dengan menawarkan pembukaan rekening secara daring. "Perlambatan kredit merupakan tantangan menjaga NIM," katanya kepada Kontan.co.id, Sabtu (5/9). 

Langkah mendorong CASA memang menjadi salah satu cara paling ampuh perbankan untuk menekan biaya dana. Hasilnya terbukti, pada semester I 2020 lalu OCBC NISP masih mampu membukukkan kenaikan laba bersih sebesar 2% secara tahunan menjadi Rp 1,56 triliun. 

PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) pun juga mencatatkan penurunan NIM di tahun 2020. Tercatat pada akhir Juni 2020 NIM Bank Jatim ada di level 5,79%. Walau masih terbilang lebih tinggi dari industri, nyatanya realisasi itu turun dari pencapaian tahun sebelumnya yang mencapai 6,3%. 

Wajar saja, bila merujuk laporan keuangan perseroan, total beban bunga memang meningkat menjadi Rp 902,92 miliar atau naik 14,72% di semester I 2020 lalu. 

Akan tetapi, Direktur Bank Jatim Ferdian Timur Satyagraha malah meyakini kendati di dalam situasi pandemi, NIM masih bisa terjaga. 

Alasannya, perseroan memang berniat untuk mendorong kredit agar tumbuh hingga 10% tahun ini. Terutama setelah mendapatkan penempatan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dari pemerintah sebesar Rp 2 triliun yang bakal disalurkan ke dalam bentuk kredit sebesar Rp 4 triliun. 

"NIM harapannya stabil. Sehingga pertumbuhan kredit dengan adanya jaga PEN bisa turut menjaga profitabilitas," ujarnya. 

Bukan cuma bank menengah besar saja, bank kecil seperti PT Bank Ina Perdana Tbk pun nyatanya mengalami nasib serupa. 

Menurut Direktur Utama Bank Ina Perdana Daniel Budirahayu, posisi NIM perseroan di bulan Juli 2020 ada di level 3,44%. Bila merujuk laporan keuangan perseroan, di bulan Juni 2019 lalu perseroan sempat mencetak NIM 4,03%. 

Baca Juga: Begini strategi peningkatan kinerja Bank Mandiri di tahun 2020

Daniel menyebut hal itu tentunya merupakan salah satu dampak paling nyata bagi perbankan di tengah situasi pandemi Covid-19. Utamanya karena banyaknya debitur yang meminta keringanan kredit. Walhasil, pihaknya pun sedang berupaya untuk menjaga efisiensi agar bisa tetap menjaga arus keuangan. "Kami perkirakan NIM sampai akhir tahun bisa mencapai 3,5%," ungkapnya.

Sedikit berbeda, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) terbukti masih mampu menjaga NIM di level yang tinggi. Per Juni 2020 Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim menyebut NIM BCA masih di kisaran 6%. Wajar saja, BCA memang sudah sejak beberapa bulan terakhir memang memangkas bunga deposito untuk mengurangi beban bunga sekaligus mengikuti tren di pasar. "Suku bunga deposito BCA sekarang di kisaran 3,5% pada Agustus 2020," ujar Vera. 

Tetapi, posisi NIM BCA pun juga turun sebanyak 0,2% bila dihitung seccara tahunan. Tetapi, walau tidak menyebut target NIM secara spesifik, bank swasta terbesar di Tanah Air ini tetap akan berupaya untuk menjaga pertumbuhan agar tetap stabil, dalam menghadapi krisis pandemi Covid-19.  

Selanjutnya: Pandemi corona tak ganggu target perbankan untuk naik kelas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×