kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.884.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.210   -25,00   -0,15%
  • IDX 6.897   65,26   0,96%
  • KOMPAS100 1.002   13,05   1,32%
  • LQ45 771   10,32   1,36%
  • ISSI 224   1,60   0,72%
  • IDX30 397   5,48   1,40%
  • IDXHIDIV20 461   5,31   1,16%
  • IDX80 113   1,46   1,31%
  • IDXV30 113   0,44   0,39%
  • IDXQ30 129   1,86   1,47%

Kuartal II 2025 akan Segera Berakhir, Intip Kinerja Saham Big Bank Berikut


Minggu, 29 Juni 2025 / 19:14 WIB
Kuartal II 2025 akan Segera Berakhir, Intip Kinerja Saham Big Bank Berikut
ILUSTRASI. Deretan mesin ATM Bank Mandiri di Jakarta (14/7). Saham bank masih menjadi salah satu sektor yang menarik bagi para investor. Bulan Juni akan segera berakhir. Artinya periode kuartal II 2025 akan segera berakhir. Kini mata investor bakal berfokus pada kinerja bank-bank besar. KONTAN/Cheppy A. Muchlos/14/07/2024


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bulan Juni akan segera berakhir. Artinya periode kuartal II 2025 akan segera berakhir. Kini mata investor bakal berfokus pada kinerja bank-bank besar.

Mayoritas bank-bank besar seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) telah melaporkan laporan keuangan bulanan hingga Mei 2025.

Di antara  yang sudah publikasi kinerja keuangannya, BCA tercatat menjadi bank dengan laba terbesar senilai Rp 25,2 triliun hingga Mei 2025. Pertumbuhan labanya mencapai 16% secara tahunan (YoY).

Selanjutnya, ada Bank Mandiri dengan laba pada periode Januari hingga Mei 2025 sebesar Rp 19,7 triliun. Catatan tersebut cenderung stagnan, pasalnya pada periode sama tahun sebelumnya, laba mereka senilai Rp 19,6 triliun.

Terakhir, ada BNI yang membukukan laba pada periode yang sama senilai Rp 

8,5 triliun. Laba bank berlogo 46 ini bahkan turun secara tahunan sekitar 1%.

Jika dirinci lebih lanjut, permasalahan likuiditas tampaknya belum menemukan solusi yang tepat. Di mana, hal tersebut berdampak pada beban bunga hingga pendapatan bunga bersih.

Baca Juga: Didominasi Saham Bank Big Caps, Cek Saham yang Banyak Dijual Asing Sepekan Terakhir

Ambil contoh, Bank Mandiri yang secara bulanan justru mencatat penurunan Dana Pihak Ketiga (DPK) sekitar 1% dan menjadi Rp 1.407 triliun. Di sisi lain, pertumbuhan kredit bulanan mereka per Mei 2025 justru tak mengalami perubahan di kisaran Rp 1.310 triliun 

Hal ini pada akhirnya turut membuat bank-bank tak terkecuali big bank yang turut berebut likuiditas pasar. Alhasil, beban bunga mereka terdongkrak naik.

Kembali lagi Bank Mandiri yang menjadi contoh karena beban bunga mereka naik hingga 30% YoY menjadi Rp 18,2 triliun per Mei 2025. Sementara, BNI mencatat beban bunga naik 4% YoY menjadi Rp 11,2 triliun.

Hal berbeda terjadi di BCA yang pada lima bulan pertama tahun ini justru mampu menekan beban bunga yang senilai Rp 5,2 triliun atau naik 6% YoY. Di sisi lain, pendapatan bunga BCA mampu tumbuh lebih tinggi sekitar 7% YoY menjadi Rp 38,3 triliun.

Executive Vice President Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn bilang BCA tentunya terus mengoptimalkan pendapatan dari segala lini bisnis. Ia mengakui bahwa biaya dana stabil di saat tingkat suku bunga yang kompetitif di perbankan nasional.

Ia menambahkan beragam fitur transaksi BCA serta didukung kepercayaan nasabah terhadap BCA sebagai bank pilihan utama, pada akhirnya dapat menghasilkan dana CASA seperti tabungan dan giro yang berbiaya rendah.

Brand equity BCA telah memperkokoh ketahanan posisi likuiditas BCA yang solid dan kemampuan BCA mengatasi berbagai tantangan persaingan suku bunga simpanan,” ujar Hera.

Lebih lanjut, Hera bilang pihaknya  mendorong penyaluran kredit berbagai sektor, serta memperkuat platform perbankan transaksi. Pada umumnya, kata Hera, kinerja industri perbankan akan sejalan dengan kondisi perekonomian. 

Terkait dengan prospek ke depan, ia berharap tren positif ini dapat berlanjut hingga akhir tahun. 

“Kami akan terus memantau perkembangan pasar dan ekonomi, serta menyesuaikan strategi untuk menjaga pertumbuhan yang stabil,” tambahnya.

Sementara itu, Corporate Secretary Bank Mandiri M Ashidiq Iswara bilang beban bunga memang masih menjadi salah satu tantangan seiring dengan kondisi likuiditas yang ketat di pasar dan persaingan antar bank.

Meski demikian, ia menegaskan pendapatan bunga bersih tetap mencatatkan pertumbuhan. Pada Januari hingga Mei 2025, pendapatan bunga bersih bank berlogo pita emas ini senilai Rp 31,7 triliun atau naik 4% YoY.

“Ini menunjukkan kontribusi dari ekspansi kredit dan pengelolaan aset produktif yang konsisten,” ujarnya.

Baca Juga: Saham Big Bank Kompak Memerah Usai Suku Bunga Ditahan, Cermati Rekomendasi Berikut

Lebih lanjut, Ashidiq mengungkapkan Bank Mandiri terus mencermati dinamika yang ada, termasuk tekanan likuiditas pasar serta perubahan arah kebijakan moneter, seperti penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia. 

Bank Mandiri secara aktif terus melakukan evaluasi struktur pendanaan, termasuk potensi untuk melakukan repricing pada suku bunga simpanan, guna menjaga efisiensi biaya dana.

“Kami juga terus mengelola portofolio secara strategis agar tetap menghasilkan yield yang optimal di tengah dinamika pasar,” tambahnya.

Dalam riset terbarunya, analis BRI Danareksa Sekuritas Victor Stefano dan Naura Reyhan Muchlis justru menyoroti  kualitas aset yang terus meningkat tetapi tidak ada solusi jangka pendek yang terlihat.

Dalam hal ini, ia menyoroti NPL segmen konsumer yang meningkat. Misalnya, properti, kendaraan, dan pinjaman rumah tangga lainnya, dengan NPL masing-masing naik sebesar 36 basis poin (bps), 18bps, dan 25bps menjadi 2,9%, 2,2%, dan 1,6%.

“Hal ini semakin memperkuat kemungkinan terjadinya efek rambatan ke atas (trickle-up effect) dari memburuknya kualitas aset di segmen mikro ke segmen menengah sepanjang 2025,” tulis mereka dalam riset, Kamis (26/6).

Di antara big banks sendiri, mereka tetap memilih BBCA sebagai favorit karena didukung oleh pertumbuhan laba yang lebih tinggi, valuasi yang masih wajar, hingga keterlibatan yang lebih kecil dalam program-program pemerintah.

Namun, mereka mempertahankan rekomendasi netral karena masih melihat ketidakpastian makro ekonomi domestik dan global yang tinggi. 

“Risiko utama terhadap pandangan kami meliputi penguatan rupiah, likuiditas yang lebih tinggi dari perkiraan, serta perbaikan kualitas aset yang lebih kuat,” tandas mereka.

Selanjutnya: Prabowo Sebut Nilai Tambah Proyek Baterai Kendaraan Listrik bisa Capai US$ 48 Miliar

Menarik Dibaca: Peringatan Dini Cuaca Besok 30 Juni-1 Juli, Provinsi Ini Siaga Hujan Sangat Lebat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×