Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
"Pertumbuhan tersebut masih berada di atas pertumbuhan kredit industri sebesar 6,5% per Oktober 2019," kata Ario dalam konferensi pers kinerja 2019 di Jakarta, Rabu (22/1).
Dengan pertumbuhan kredit tersebut, BNI masih bisa mencetak pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) sebesar Rp 36,6 triliun pada akhir 2019 walau hanya tumbuh 3,3% yoy. Pertumbuhan NII tersebut, pada akhirnya mampu menjaga return on equity (ROE) BNI pada posisi 14 di 2019.
Di sisi lain, lantaran NII hanya tumbuh relatif tipis. Rasio margin bunga bersih BNI alias net interest margin (NIM) terpantau mengalami penurunan sebanyak 40 basis poin (bps) menjadi 4,9%.
Baca Juga: Ramai soal pembobolan rekening bank, Kominfo kirim surat edaran ke operator
Bank bersandi bursa BBNI ini menjelaskan, NIM yang menurun tersebut juga terdampak ketatnya persaingan likuiditas di tahun 2019. Akibatnya, cost of fund (COF) perseroan pun terkerek naik.
Memang, pada presentasi perusahaan COF BNI naik dari 2,8% di tahun 2018 menjadi 3,2% per akhir 2019. Meski begitu, tahun lalu BNI tetap mampu mencatatkan kenaikan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 6,1% yoy menjadi Rp 614,31 triliun.
Adapun, di tahun 2020 ini BNI berharap COF bisa turun dari 3,2% menjadi 3% atau maksimal 3,1%. "NIM kami harapkan di 2020 menjadi 4,9% sampai 5%," pungkasnya. Sementara untuk kredit dan DPK, diproyeksi tumbuh di kisaran 10%-12%.
Bank lain seperti PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) pun sejak tahun lalu juga menyebut bahwa laba di 2019 akan terpotong biaya pencadangan. Merujuk artikel yang dimuat Kontan.co.id, Senin (20/1) Direktur Keuangan, Tresuri dan Strategi BTN Nixon Napitupulu mengatakan tahun 2019 lalu pihaknya membentuk tambahan CKPN sebesar Rp 3,7 triliun sebagai langkah pemenuhan PSAK 71. Alhasil, kendati belum secara resmi melaporkan kinerja keuangan, laba BTN dipastikan bakal menurun.
Baca Juga: OJK akui Jiwasraya sudah bermasalah sejak lama