Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun 2019 lalu, fungsi intermediasi perbankan masih terpantau seret. Lihat saja, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kredit perbankan di 2019 hanya tumbuh 6,08% secara year on year (yoy). Realisasi ini jelas lebih rendah dari pencapaian tahun 2018 lalu yang sebesar 11,8% yoy.
Menurut pandangan OJK, kredit yang tumbuh tipis ini memang seiring dengan lemahnya permintaan komoditas global. Di samping itu, pengetatan likuiditas yang sempat terjadi di 2019 juga membuat bank biaya dana bank meningkat. Dampaknya, rasio profitabilitas bank yakni net interest margin (NIM) pun ikut turun dari 5,1% di tahun 2018 menjadi 4,9% pada akhir 2019.
Baca Juga: Selain blokir rekening, Kejagung buru aset milik tersangka Jiwasraya di luar ngeri
Selain biaya dana yang meninggi, penurunan NIM juga disebabkan oleh tren penurunan suku bunga kredit perbankan. Catatan OJK, rata-rata bunga kredit perbankan sudah turun dari 10,8% di akhir 2018 menjadi 10,5% di akhir 2019.
Seluruh data tersebut pastinya membuat kemampuan bank mencetak laba semakin terbatas. Di sisi lain, diberlakukannya Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 di awal 2020 secara langsung membuat perbankan harus rela memangkas sebagian modal untuk membentuk pencadangan.
Ambil contoh, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) misalnya yang menyebut dalam rangka persiapan PSAK 71 pihaknya menyiapkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sebesar Rp 13 triliun hingga Rp 15 triliun.
Direktur Keuangan BNI Ario Bimo bilang, hitungan sementara perseroan juga menyatakan akibat adanya pembentukan cadangan ini capital adequacy ratio (CAR) BNI bakal susut 200 basis poin (bps) dari 19,7% menjadi 17,7%.
Baca Juga: Bank cilik berjibaku memenuhi aturan modal baru
Dampaknya, laba bersih BNI pun hanya tumbuh tipis 2,5% yoy menjadi Rp 15,38 triliun. Namun di samping itu, laba yang tumbuh satu digit juga disebabkan oleh pertumbuhan kredit yang tak begitu deras.
Di tengah kondisi perekonomian yang menantang sepanjang tahun 2019, BNI tetap mampu mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 8,6% secara year on year (yoy) menjadi Rp 556,77 per akhir 2019.
"Pertumbuhan tersebut masih berada di atas pertumbuhan kredit industri sebesar 6,5% per Oktober 2019," kata Ario dalam konferensi pers kinerja 2019 di Jakarta, Rabu (22/1).
Dengan pertumbuhan kredit tersebut, BNI masih bisa mencetak pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) sebesar Rp 36,6 triliun pada akhir 2019 walau hanya tumbuh 3,3% yoy. Pertumbuhan NII tersebut, pada akhirnya mampu menjaga return on equity (ROE) BNI pada posisi 14 di 2019.
Di sisi lain, lantaran NII hanya tumbuh relatif tipis. Rasio margin bunga bersih BNI alias net interest margin (NIM) terpantau mengalami penurunan sebanyak 40 basis poin (bps) menjadi 4,9%.
Baca Juga: Ramai soal pembobolan rekening bank, Kominfo kirim surat edaran ke operator
Bank bersandi bursa BBNI ini menjelaskan, NIM yang menurun tersebut juga terdampak ketatnya persaingan likuiditas di tahun 2019. Akibatnya, cost of fund (COF) perseroan pun terkerek naik.
Memang, pada presentasi perusahaan COF BNI naik dari 2,8% di tahun 2018 menjadi 3,2% per akhir 2019. Meski begitu, tahun lalu BNI tetap mampu mencatatkan kenaikan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 6,1% yoy menjadi Rp 614,31 triliun.
Adapun, di tahun 2020 ini BNI berharap COF bisa turun dari 3,2% menjadi 3% atau maksimal 3,1%. "NIM kami harapkan di 2020 menjadi 4,9% sampai 5%," pungkasnya. Sementara untuk kredit dan DPK, diproyeksi tumbuh di kisaran 10%-12%.
Bank lain seperti PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) pun sejak tahun lalu juga menyebut bahwa laba di 2019 akan terpotong biaya pencadangan. Merujuk artikel yang dimuat Kontan.co.id, Senin (20/1) Direktur Keuangan, Tresuri dan Strategi BTN Nixon Napitupulu mengatakan tahun 2019 lalu pihaknya membentuk tambahan CKPN sebesar Rp 3,7 triliun sebagai langkah pemenuhan PSAK 71. Alhasil, kendati belum secara resmi melaporkan kinerja keuangan, laba BTN dipastikan bakal menurun.
Baca Juga: OJK akui Jiwasraya sudah bermasalah sejak lama
Namun, Nixon menjamin bahwa di tahun 2020 ini laba BTN akan kembali moncer. Pihaknya pun memasang target laba bersih minimal Rp 3 triliun. Sebelumnya, BTN memang mengatakan pada Januari 2020 rasio pencadangan BTN akan ada di level 100%. Nah, pada penghujung 2020 rasio tersebut akan secara bertahap ditingkatkan hingga menyentuh 130%.
Dari sisi kredit, bank spesialis kredit perumahan ini juga lebih percaya diri. Di tahun 2020, setelah mendapatkan tambahan subsidi untuk KPR, realisasi kredit perseroan minimal akan tumbuh 9%-10%.
Sebagai gambaran saja, merujuk laporan keuangan BTN di bulan November 2019 total laba bersih hanya sebesar Rp 256,66 miliar. Laba tersebut menurun sekitar 88,91% dari pencapaian di periode setahun sebelumnya yang sebesar Rp 2,31 triliun.
Baca Juga: Bisnis internasional BNI sumbang Rp 1,1 triliun dari total laba tahun lalu
Sementara itu, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) justru meyakini kinerja perseroan di tahun 2020 akan lebih membaik. Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Timur Satyagraha mengatakan, sejak akhir tahun 2018 pihaknya memang sudah menyiapkan dan memenuhi implementasi PSAK 71.
Artinya, di tahun 2019 perseroan sudah lebih leluasa melakukan ekspansi bisnis, lantaran CAR pun masih bisa dijaga tebal sebesar 22% sepanjang 2019. Terbukti, per November 2019 kredit Bank Jatim tumbuh sebesar 15,51% secara year on year (yoy) per November 2019.
Salah satunya ditopang dari kredit UMKM yang naik 18,44% dan komersial sebesar 37,73% secara yoy per November 2019. "Tahun ini secara keseluruhan kredit ditarget tumbuh 14% yoy," ujar Ferdian kepada Kontan.co.id, Rabu (22/1).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News