kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.009.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.440   10,00   0,06%
  • IDX 7.802   65,52   0,85%
  • KOMPAS100 1.089   10,48   0,97%
  • LQ45 793   4,55   0,58%
  • ISSI 266   4,02   1,53%
  • IDX30 411   2,13   0,52%
  • IDXHIDIV20 477   2,24   0,47%
  • IDX80 120   1,29   1,08%
  • IDXV30 131   2,92   2,28%
  • IDXQ30 132   0,22   0,17%

Lama Dikaji, LPP Belum Juga Bisa Diterapkan


Rabu, 21 April 2010 / 16:28 WIB


Reporter: Irma Yani, Fransiska Firlana | Editor: Johana K.

JAKARTA. Meski telah lama dikaji, nyatanya hingga kini pembentukan Lembaga Penjamin Polis (LPP) dalam industri asuransi belum juga bisa diterapkan. "Kita lagi studi, sedang dipikirkan. Kita baru studi, belum ada pembicaraan lebih lanjut. Belum tahu kapan akan diterapkan," papar Fuad Rachmany Ketua Bapepam-LK.

Fuad mengutarakan, pentingnya pendirian LPP ini untuk memberikan perlindungan pada polis. "Ini faktor penting yang harus dipikirkan, agar industri bebas dari hal-hal yang fraud (curang)," tegas Fuad, usai menghadiri Strategic Direction of Indonesian Insurance Industry Towards 2010, Rabu (21/4).

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Evelina Pietruschka mengungkapkan, untuk pembentukan LPP tersebut pihaknya akan mempelajari LPP yang telah dibentuk di beberapa negara, seperti Korea. "LPPnya Korea telah mengundang kita untuk mempelajari ini. Ini memang salah satu strategic plan dari AAJI, masalahnya hanya waktu," katanya.

Sekarang ini, katanya, pihaknya telah melakukan diskusi terkait hal tersebut. Namun, katanya, banyak concern dalam penerapan ini yang harus diselesaikan terlebih dahulu.

"ini bukan hanya meng-cover tentang pemegang polis, tapi juga meminta perusahaan yang tak sehat menjadi sehat, supaya ada level playing field. Nanti, pembayaran membership akan menjadi tidak adil karena jika ada perusahaan yang tidak sehat dan nantinya terjadi sesuatu, perusahaan yang sehat ikut menanggung," katanya.

Ia menuturkan, sejauh ini belum ada putusan apakah proteksi polis ini nantinya akan dijalankan oleh lembaga khusus seperti LPP yang rencananya akan dibentuk, atau digabung dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang telah terbentuk sebelumnya. "Tapi, menurut saya paling efisien digabung dengan LPS, tapi ini kan tergantung pemerintah," katanya.

Namun, Evelina belum bisa menuturkan berapa besaran batasan penjaminan polis yang akan ditetapkan nanti. "Detailnya ini belum, masih dipelajari dan kita nanti akan melakukan studi di Korea selama lima hari," jelasnya.

Setelah studi, langkah selanjutnya adalah membentuk program kerja, kemudian mengundang beberapa perusahaan untuk membahas tersebut, dan selanjutnya membuat usulan kepada pemerintah. "Pembahasan ini sudah dilakukan asosiasi, pernah kita sampaikan hasil studi dari Kanada dan kita sampaikan kepada regulator, tapi terhambat lagi karena ada beberapa kendala," terangnya.

Direktur Eksekutif AAJI Stephen Juwono menambahkan, ada beberapa hal yang perlu dibenahi, seperti moral isu. "Kalau tehniknya sih mudah," katanya.

Oleh karena itu, kata Evelina, implementasinya saat ini tidak mudah. Karena, "Untuk membentuk itu, kita harus juga meyakinkan pelaku industri. Apalagi dianggap belum ada keseimbangan level playing field-nya," tandasnya.

Senior Executive VP & Director Adi Purnomo Wijaya bilang, pembentukan LPP tersebut membutuhkan persiapan yang cukup panjang karena ada beberapa hal yang harus dibahas untuk menghindari moral hazard. "Gimana nanti menghimpun dana penjaminan itu, menghimpun data untuk bisa menjadi anggota penjaminan itu, ini menjadi hal yang penting dibahas," terangnya.

Adi menilai, keberadaan LPP merupakan hal positif bagi industri asuransi. Pasalnya dengan adanya LPP ini menjadi lebih terjamin. "Tapi ini sudah dibicarakan sudah dua tahun, tapi realisasinya belum ada. Dari industri ini belum ada yang mendesak, tapi jika sudah ada ini kan jadi lebih bagus," kata Adi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004

[X]
×