Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Hingga akhir tahun 2016 lalu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) membukukan jumlah aset senilai Rp 80 triliun, dari modal awal pemerintah tahun 2005 sebesar Rp 4 triliun. Meski begitu, angka puluhan triliun tersebut masih belum cukup memadai untuk melakukan penyelamatan, terhadap aset perbankan saat mengalami krisis.
Poltak L. Tobing, Executive Vice President LPS menyatakan, jumlah aset yang terkumpul dari premi perbankan tersebut, belum memadai karena baru 1,48% dari total simpanan perbankan jangka pendek. Adapun kebutuhan LPS mencapai 2,5% dari total seluruh dana pihak ketiga (DPK) perbankan, yang berarti mencapai lebih dari Rp 110 triliun.
Sebagai gambaran, dalam setahun, LPS bisa melikuidasi sedikitnya tiga bank perkreditan rakyat (BPR). "Kami sudah mengeluarkan uang premi sekitar Rp 1 triliun, untuk melikuidasi 71 perbankan yang bermasalah hingga tahun 2016 lalu," terang Poltak, Rabu (15/3).
Sampai Desember 2016, ada sebanyak terdapat 1.914 bank dan bank perkreditan rakyat (BPR) yang menjadi peserta program penjaminan LPS. Jumlah tersebut terdiri dari 117 bank umum serta 1.797 BPR. Sementara dari sisi jumlah rekening, terdapat sekitar 200 juta rekening dengan nilai simpanan mencapai Rp 4.897 triliun yang dijamin LPS per Januari 2017. Nilai tersebut meningkat dua kali lipat dari 100 juta rekening bernilai Rp 2.812 triliun pada awal 2012.
Poltak menyatakan, seiring dengan disahkannya Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Stabilitas Sistem Keuangan (PPKSK) April tahun 2016 silam, LPS saat ini tengah mengkaji opsi penambahan dana aset dengan menerbitkan surat utang atawa obligasi.
Meski begitu, lanjut Poltak, opsi penerbitan surat utang itu hanya dapat dilakukan jika kondisi ekonomi mengalami krisis. "Seandainya dana yang dimiliki LPS kurang, tidak bisa lantas konversi utang, karena dana memang sudah habis. Memang salah satu cara menutupi kekurangan itu dengan mencari sumber dari pihak lain," ujar Poltak.
Poltak menambahkan, saat ini pihaknya belum bisa memastikan apakah penambahan dana lewat obligasi bakal diputuskan atau tidak.
Sebagai informasi saja, menurut data rekapitulasi bank dalam likuidasi (BDL), LPS sampai dengan 7 Maret 2017, telah melikuidasi 79 bank.
Sebelum UU PPKSK disahkan, satu-satunya cara menyelamatkan bank gagal, khususnya yang bersifat sistemik dengan menyuntik modal segar. Namun, cara ini memiliki kelemahan, yakni mahal, baik secara finansial, legal maupun politis. Lewat UU PPKSK, dibolehkan adanya metode purchase and assumption (P&A). Artinya, aset dan kewajiban bank gagal berkualitas bagus dikeluarkan untuk dilelang. Adapun yang berkualitas buruk dilikuidasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News