Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Target pembangunan infrastruktur pemerintah pada 2017 meningkat cukup tinggi dibandingkan 2016. Itu membuat pemerintah harus menyiapkan pendanaan dari non APBN.
Dody Arifianto, Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengatakan, salah satu lembaga yang mempunyai peran setral dalam suksesnya pendanaan infrastrutur 2017 adalah perbankan. Namun sampai saat ini kemampuan perbankan Indonesia untuk mendanai infrastruktur masih belum terlalu optimal.
Ada beberapa hal menyebabkan hal ini. Pertama, bank di Indonesia rata-rata mempunyai masalah mengenai pendanaan. Hal ini karena mayoritas dana simpanan bank (DPK) yaitu sebesar 70% sampai 80% berasal dari dana murah dengan tenor pendek.
Padahal rata rata tenor untuk kredit infrastruktur mayoritas lebih dari 10 tahun. Untuk mensiasati hal ini, bank harus lebih memperdalam pasar keuangan dengan masuk di surat berharga dan obligasi.
Namun masuknya beberapa bank di pasar surat hutang untuk menambal pendanaan ini juga tanpa minus. Hal ini karena pasar sekunder surat utang di Indonesia masih belum berkembang.
Ini menyebabkan investor hanya mengharapkan bunga tinggi dari obligasi yang diterbitkan ini, jarang yang memegang obligasi ini sampai jatuh tempo. Untuk menyelesaikan hal ini diperlukan inisiatif dan terobosan aturan dari otoritas seperti OJK dan Bursa Efek Indonesia.
Saat ini bisa dibilang, pendanaan infrastruktur mayoritas selain dari dana murah giro dan tabungan juga berasal dari deposito. Padahal jika dilihat, pasar deposito juga mayoritas 60% sampai 70% ditempatkan di tenor sangat pendek yaitu 1 bulan sampai 3 bulan.
Oleh karena itu regulator harus memberikan insentif bagi bank untuk menjual negotiable certificate of deposit (NCD) dan term deposit atau surat utang deposito dengan tenor yang bervariasi. Dengan adanya beberapa opsi surat utang ini investor bisa ikut berpartisipasi terhadap pembangunan.
Opsi selanjutnya untuk meningkatkan peran bank dalam pembangunan infrastruktur adalah dengan mengintensifkan kredit sindikasi. Kredit sindikasi ini bertujuan agar bank bisa bekerja sama untuk menyalurkan kredit dalam jumlah besar agar tidak terpentok di BMPK (batas maksimal pemberian kredit).
Terakhir, bank bisa menggunakan opsi hedging. Opsi hedging ini bisa dioptimalkan karena rata-rata kredit ke infrastruktur ini memiliki risiko tinggi. Risiko ini karena bank harus membiayai suatu proyek dengan bunga yang berlaku saat ini.
Padahal proyek tersebut rata-rata mempunyai tenor yang sangat panjang bisa sampai 15 tahun. Oleh karena itu untuk meminimalisasi risiko, perbankan diharapkan bsia meningkatkan pasar hedging untuk mengurangi risiko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News