kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Gap klaim asuransi dengan kerugian ekonomi akibat gempa bumi capai Rp 133,82 triliun


Jumat, 15 Februari 2019 / 16:26 WIB
Gap klaim asuransi dengan kerugian ekonomi akibat gempa bumi capai Rp 133,82 triliun


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Reasuransi Maskapai Asuransi Indonesia dan Perusahaan Asuransi Risiko Khusus (Maipark) mencatat celah atau gap proteksi asuransi dengan kerugian ekonomi akibat sepuluh bencana gempa bumi di Indonesia mencapai Rp 133,82 triliun. 

Sepuluh bencana gempa bumi tersebut terjadi antara tahun 2004-2018, mulai dari gempa dan tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 hingga tsunami Selat Sunda akibat yang terjadi 22 Desember 2018.

Kerugian ekonomi dari sepuluh bencana gempa bumi tersebut adalah sebesar Rp 141,53 triliun. Sementara itu, klaim asuransi yang tercatat dari sepuluh gempa bumi tersebut hanya sebesar Rp 7,71 triliun. Dengan begitu, rata-rata rasio perlindungan asuransi dari sepuluh bencana gempa bumi ini adalah 1,31% dari kerugian ekonomi.

Tsunami Selat Sunda menjadi bencana dengan rasio pelindungan asuransi terhadap kerugian ekonomi yang paling rendah, yakni sebesar 0,02%. Sementara itu, rasio tertinggi adalah pada gempa Padang yang terjadi 30 September 2009 dengan besaran 6,7%.

Direktur Utama PT Reasuransi Maipark Indonesia, Ahmad Fauzie Darwis mengatakan, besaran rasio tersebut menunjukkan kesadaran masyarakat Indonesia untuk berasuransi masih rendah.  “Entah pemerintah, lembaga swasta, atau masyarakat. Akan tetapi, kalau dilihat dari data klaimnya, yang paling rendah insurance minded-nya adalah masyarakat dan pemerintah,” kata dia, Kamis (15/2).

Data Maipark menunjukkan, dari delapan gempa bumi yang terjadi antara 2004-2017, klaim asuransi gempa bumi terbanyak berasal dari aset-aset komersial, yakni sebesar 67%. Disusul oleh aset-aset industrial 28% dan residensial 5%.

Menurut dia, aset komersial yang paling banyak diasuransikan ini mencakup tempat usaha, rumah toko, dan gedung perkantoran. “Kalau rumah dan gedung pemerintah itu jarang diasuransikan,” kata dia.

Oleh karena itu, ia menyambut baik program asuransi barang milik negara (BMN). Menurut dia, pemerintah memang harus melakukan hal tersebut untuk melindungi aset-asetnya, sebab gempa bumi di Indonesia sudah menjadi isu internasional. “Bukan hanya aset-aset kementerian dan lembaga pemerintah pusat lainnya, tetapi juga aset-aset milik pemerintah daerah,” kata dia.

Asuransi BMN akan dimulai dengan perlindungan terhadap aset-aset milik Kementerian Keuangan pada 2019. Rencananya, asuransi ini akan menggarap seluruh aset barang milik negara di tahun 2021, dan selanjutnya masuk ke aset pemerintah daerah.

Peraturan Menteri Keuangan No. 247/PMK.06/2016, menyebutkan bahwa objek asuransi barang milik negara meliputi gedung, bangunan, jembatan, serta barang milik negara yang ditetapkan pengelola barang. Kemudian juga alat angkutan, baik angkutan darat, apung maupun udara.

Kriteria barang milik negara yang diasuransikan mencakup barang-barang yang berlokasi di daerah rawan bencana alam, sifat penggunaanya memungkinkan terjadi kerusakan dan hilang, serta mempunyai dampak terhadap pelayanan umum apabila rusak dan hilang. Selain itu, barang yang menunjang kelancaran tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintah juga bakal masuk ke program asuransi BMN ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×