kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Masalah Gagal Bayar Menerpa Industri Fintech Lending, Ini Kata AFPI


Senin, 15 Januari 2024 / 16:39 WIB
Masalah Gagal Bayar Menerpa Industri Fintech Lending, Ini Kata AFPI
ILUSTRASI. Beberapa saat belakangan, industri fintech P2P lending sedang diterpa gagal bayar


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belakangan ini Industri fintech peer to peer (P2P) lending diterpa permasalahan gagal bayar. Meskipun demikian, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) optimistis minat lender terhadap industri fintech peer to peer (P2P) lending masih tetap baik.

"Kami tetap optimistis bahwa platform fintech lending masih menjadi alternatif investasi yang sangat menarik bagi para lender. Ditambah lagi dengan adanya penguatan platform dengan framework tata kelola, mitigasi risiko, dan kepatuhan untuk meningkatkan kualitas pendanaan. Oleh karena itu, kami melihat animo lender masih tetap baik," ucap Sekretaris Jenderal AFPI Tiar Karbala kepada Kontan, Minggu (14/1).

Tiar juga turut angkat bicara terkait kondisi kredit macet industri fintech P2P lending.

Sebagai informasi, OJK mencatat tingkat risiko kredit macet secara agregat atau yang dikenal dengan TWP90 dalam kondisi terjaga di level 2,81% pada November 2023, sedangkan Oktober 2023 sebesar 2,89%.

Baca Juga: OJK: Penyelenggara Fintech Lending Wajib Fasilitasi Mitigasi Risiko Bagi Pengguna

Menurutnya, penurunan TWP90 dapat disebabkan oleh faktor-faktor makro ekonomi atau perbankan yang mungkin tidak mencerminkan kondisi di industri fintech lending. 

"Beberapa permasalahan yang dapat memengaruhi industri, yakni melibatkan pengelolaan risiko yang perlu diperkuat, pertumbuhan yang terlalu cepat, serta kurangnya pemahaman borrower mengenai kewajiban pembayaran," ungkapnya.

Sementara itu, Tiar menerangkan kenaikan tingkat risiko kredit macet secara agregat atau TWP90 bisa disebabkan oleh beberapa faktor.

Dia bilang AFPI mencatat bahwa situasi ekonomi yang tidak stabil, perubahan kebijakan, serta potensi dampak dari kondisi global dapat menjadi faktor-faktor yang berkontribusi pada kenaikan tersebut. Selain itu, adanya fluktuasi pasar dan ketidakpastian bisnis juga dapat memengaruhi kemampuan peminjam untuk memenuhi kewajiban pembayaran mereka.

Meskipun tantangan masih ada, Tiar menyebut AFPI tetap optimistis bahwa tingkat kredit macet industri bisa tetap terjaga pada tahun ini.

Untuk menjaga tingkat kredit macet, platform fintech lending harus terus melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam manajemen risiko, mendorong industri untuk melakukan inovasi dalam pemantauan kredit, serta meningkatkan kolaborasi dengan regulator dan pemangku kepentingan lainnya untuk mencapai stabilitas dalam industri.

Baca Juga: Soal Sanksi Akulaku, Ini Kata OJK Terkait Perkembangannya

Oleh karena itu, AFPI mengimbau platform fintech lending untuk terus meningkatkan upaya dalam menekan angka kredit macet. Dia berharap platform fintech lending bisa lebih cermat dalam menyeleksi peminjam, meningkatkan transparansi dalam memberikan informasi kepada peminjam, dan melakukan pemantauan kredit secara berkala.

"Selain itu, kami juga mendorong anggota untuk memberikan edukasi kepada peminjam mengenai manajemen keuangan yang baik dan memberikan solusi yang sesuai bagi peminjam yang mengalami kesulitan pembayaran. Dengan demikian, diharapkan angka kredit macet dapat ditekan secara efektif," kata Tiar. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×