Reporter: Dian Pitaloka Saraswati, Hendra Gunawan, Raymond Reynaldi, Mona Tobing, Nina Dwiantika | Editor: Imanuel Alexander
JAKARTA. Para bankir syariah tengah bersiap-siap menjalankan peraturan baru Bank Indonesia (BI) mengenai kredit kendaraan bermotor (KKB) dan kredit pemilikan rumah (KPR). Dua bulan lagi atau per awal April 2013, aturan yang dirilis BI pada akhir tahun lalu tersebut mulai diberlakukan.
Aturan itu membatasi minimal fi nance to value (FTV) rumah ukuran 70 meter persegi (m²) ke atas maksimal 70% untuk pembelian dengan akad murabahah dan 80% untuk akad musyarakah mutanaqisah dan akad ijarah. Sementara FTV kendaraan bermotor maksimal berkisar 70% hingga 80%. Buat yang belum paham FTV sama dengan rasio nilai pinjaman terhadap nilai jaminan.
Dengan pemberlakuan beleid itu, bank syariah tak bisa lagi jorjoran menyalurkan pembiayaan rumah dan kendaraan. Padahal, sebelumnya mereka bak mendapat durian runtuh lantaran BI memberlakukan aturan sejenis loan to value (LTV) terhadap bank konvensional sejak Juni tahun lalu. Dalam paruh kedua tahun 2012, para penikmat KPR dan KKB di bank konvensional sempat beralih ke bank-bank syariah.
Kini, dua bulan menjelang pemberlakuan pembatasan FTV, bankir syariah sudah memasang kuda-kuda. BNI Syariah, misalnya, akan tetap fokus memberikan pembiayaan ke konsumen yang membeli rumah pertama. "Mereka tidak sensitif terhadap besarnya down payment (DP) atau uang muka," kata Imam Teguh Saptono, Direktur Bisnis BNI Syariah.
Selain menyasar segmen yang lebih spesifik, BNI Syariah membuat tabungan Tapenas Griya untuk mengedukasi nasabah sejak dini dalam memupuk uang muka. Dengan cara itu, Imam optimistis target pertumbuhan pembiayaan rumah tahun ini yang 40% bisa tercapai.
Memang, pembiayaan rumah menjadi penopang utama pembiayaan retail BNI Syariah dengan porsi 55% atau Rp 3,3 triliun pada tahun 2012. Sedangkan porsi pembiayaan retail mencapai 70% dari total pembiayaan bank syariah ini. Tahun lalu, pembiayaan BNI Syariah mencapai Rp 7,69 triliun atau melonjak 44,85% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Imam memperkirakan, laju permintaan pembiayaan rumah akan sedikit melambat garagara aturan pembatasan FTV.
Namun, kabar gembiranya, ketimpangan antara permintaan dan pasokan rumah, khususnya segmen menengah ke bawah, masih lebar, yakni 500.000 unit rumah per tahun. "Faktor lain yang mempengaruhi pembiayaan rumah adalah tingkat margin dan kecepatan proses dana pembiayaan," kata Imam.
Bank Muamalat juga tak terlalu cemas dengan pemberlakuan aturan pembatasan FTV. "Kami tetap menargetkan pertumbuhan KPR sebesar Rp 2 triliun di tahun ini," kata Direktur Retail Banking Bank Muamalat, Adrian Gunadi. Tahun lalu, KPR Muamalat tumbuh hampir 66% dari Rp 3 triliun menjadi Rp 5 triliun.
Pencapaian itu berkat banyaknya kerjasama kantor cabang dengan para pengembang. Selain itu, ada perbaikan proses bisnis menjadi tiga hari persetujuan dan program special pricing."Kalau dibandingkan dengan bank umum setara dengan bunga 9%," imbuhnya.
Sementara Benny Wicaksono, Direktur Utama Bank Mega Syariah (BMS), mengakui pembatasan LTV di perbankan konvensional sejak tahun lalu mendorong pembiayaan kendaraan bermotor di banknya. Hingga akhir 2012, joint financing KKB Bank Mega Syariah dengan enam perusahaan multifinance melebihi Rp 2 triliun. Nilai itu sepertiga dari total kredit yang dikucurkan BMS selama 2012.
Nah, selama periode Januari-Maret 2012, BMS memasang target penyaluran KKB Rp 250 miliar-Rp 300 miliar per bulan. Namun, setelah pemberlakuan aturan pembatasan FTV, Benny menyatakan, "Untuk target April sedang kami diskusikan".
Meski begitu, para bankir syariah satu suara mengenai kemampuan mereka bersaing dengan bank konvensional dalam menyalurkan KKB dan KPR. "Sebelum ada aturan FTV ataupun LTV untuk bank umum, permintaan pembiayaan rumah di bank syariah sudah ada dan tumbuh," kata Hery Hykmanto, Direktur Danamon Syariah.
Danamon Syariah baru meluncurkan produk pembiayaan kendaraan pada Oktober 2012. Di tahun pertama, mereka menargetkan penyaluran pembiayaan sekitar Rp 1 triliun-Rp 2 triliun melalui Unit Usaha Syariah (UUS) Adira Finance. Sementara, untuk produk pembiayaan rumah baru akan dirilis dalam kuartal I-2013.
Punya beragam jurus
Yang jelas, bank syariah harus becermin pada pengalaman bank konvensional yang sudah dikenai aturan pembatasan LTV sejak Juni 2012. Setelah mencapai puncaknya di Juni 2012, penyaluran KPR dan KKB di bank konvensional terlihat mulai melandai. KPR misalnya, pada Juli 2012 sempat mencapai Rp 219,91 triliun. Namun, pada November 2012, nilainya turun jadi Rp 206,66 triliun.
Demi menjaga pertumbuhannya, bank konvensional melancarkan beragam jurus. Bank Negara Indonesia (BNI) mengandalkan KPR dan kredit pembiayaan apartemen untuk menjaga pertumbuhan kredit konsumer. Mereka juga membidik kelas menengah untuk mendongkrak nilai kreditnya. Maklum, harga rumah menengah atas dua kali lipat dari rumah menengah bawah. Namun, Direktur Konsumer dan Ritel BNI, Darmadi Sutanto, berjanji akan tetap menjaga kucuran KPR kelas menengah bawah.
Alhasil, kendati BI memprediksi adanya pelambatan pertumbuhan kredit konsumer gara-gara aturan LTV dan pembatasan bunga kartu kredit, BNI tetap memasang target pertumbuhan kredit konsumer tahun ini 27%-28%. Buktinya, pada tahun lalu, bank pelat merah ini masih bisa mencatatkan pertumbuhan KPR sebesar 27,6% menjadi Rp 23,07 triliun.
Sedangkan Bank Tabungan Negara (BTN) menjalankan beleid BI tanpa kesulitan. Pasalnya, sasaran mereka adalah rumah menengah ke bawah yang luasnya di bawah ketentuan LTV. Harga rumah yang dibiayai BTN juga cukup terjangkau, sehingga uang muka 30% tidak terlalu memberatkan konsumen. "Developer juga membuat produk yang harga dan ukurannya menyesuaikan dengan aturan LTV, tapi mudah dijangkau karena permintaannya tinggi," kata Irman A. Zahiruddin, Direktur Pemasaran BTN.
Tahun ini, BTN memasang target penyaluran KPR sebesar Rp 2 triliun per bulan. Agar target itu tercapai, Irman membuat beragam skema bunga kredit yang menarik. Antara lain, memberlakukan bunga tetap di dua tahun pertama. Untuk program KPR Platinum dengan nilai properti di atas Rp 250 juta, bunganya 7,49% selama dua tahun pertama. Lalu, bunga rumah berharga di bawah Rp 250 juta ditetapkan 8,5% selama dua tahun pertama.
Melalui strategi tersebut, manajemen BTN yakin mampu menyalurkan kredit konsumer untuk perumahan tahun ini sebesar Rp 24 triliun. "Dari UUS BTN Syariah sebesar Rp 4 triliun," kata Irman.
Pandangan optimisme juga dilontarkan manajemen Bank Central Asia (BCA), yang mematok pertumbuhan KPR tahun ini sebesar 25%-30%. "Masih ada ruang pertumbuhan signifikan atau minimal sebesar 20%," kata Direktur Konsumer BCA Henry Koenaifi. Dia bilang, aturan pembatasan LTV tersebut justru membuka ruang lebih besar bagi konsumen yang ingin membeli rumah tipe di bawah 70 m² dengan KPR.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja memang pernah bilang, bank tetap bisa menggaet debitur kalau pengembang bisa menyesuaikan aturan itu. Misalnya, membuat rumah ukuran 69,5 m². "Jadi, LTV tidak jadi masalah," katanya.
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 18 - XVII, 2012 Laporan Utama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News