kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Masyarakat Lebih Tertarik Berinvestasi dan Mengurangi Simpanan di Bank, Ada Apa?


Senin, 29 Juli 2024 / 20:07 WIB
Masyarakat Lebih Tertarik Berinvestasi dan Mengurangi Simpanan di Bank, Ada Apa?
ILUSTRASI. Masyarakat terlihat lebih berminat untuk berinvestasi salah satunya di SBN, ketimbang menyimpan dananya di bank. (KONTAN/Cheppy A. Muchlis)


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masyarakat terlihat lebih berminat untuk berinvestasi salah satunya di Surat Berharga Negara (SBN), ketimbang menyimpan dananya di bank. Terlihat, kepemilikan individu di SBN yang naik sepanjang tahun ini.

Data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menunjukkan, jumlah investor SBN per akhir Juni 2024 telah mencapai 1.106.485 investor, baik individu maupun institusi. Dari jumlah tersebut, sebesar 97,97% merupakan investor individu.

Adapun berdasarkan data Kementerian Keuangan, kepemilikan individu di SBN sampai dengan 26 Juli 2024 telah mencapai Rp 504,55 triliun. Meningkat dari akhir tahun 2023 lalu yang mencapai Rp 435,05 triliun dan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 380,59 triliun.

Di sisi lain, distribusi rekening simpanan nasabah menengah ke atas atau dengan tiering Rp 100 juta - Rp 200 juta hanya mencapai 0,5% dari total simpanan. Adapun simpanan dengan tiering Rp 200 juta - Rp 500 juta hanya mencapai 0,4% dari total simpanan.

Baca Juga: Manjakan Nasabah, Tabungan Bebas Biaya Ini Sediakan Beragam Hadiah Langsung

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, perebutan antara simpanan di perbankan dengan investasi di SBN ini salah satu faktornya karena disebabkan oleh tingginya imbal hasil dari SBN yang bahkan mencapai 6%-7%. Sementara dari suku bunga deposito hanya 2%-4%.

"Jadi spread atau selisihnya semakin menjauh, dan banyak kelas menengah atas, terutama orang-orang paling kaya memarkir dananya di SBN, terutama juga untuk mengkompensasi dari inflasi bahan makanan yang saat ini berkisar 7% secara tahunan. Jadi mereka juga tidak hanya membandingkan inflasi umum, tapi juga membandingkan inflasi bahan makanan yang memang cukup tinggi," jelas Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (29/7).

Sehingga kata Bhima, kalau disimpan di deposito berjangka misalnya atau tabungan dengan bunga yang relatif kecil, nilai uang mereka akan tergerus oleh inflasi. Selain itu mereka mengantisipasi berbagai hal, salah satunya Pemilu yang terjadi kemarin yang itu juga berpengaruh.

"Mereka lebih berhati hati, berjaga-jaga untuk masuk ke safe haven atau bergeser ke surat utang pemerintah. Dan di sisi yang lain memang pemerintah cukup agresif ya dalam hal pemasaran penerbitan surat utang berdenominasi rupiah atau dipasarkan di domestik," tambahnya.

Selain itu, menurut Bhima ada juga faktor dari perbankan-perbankan yang memungkinkan untuk melakukan pembelian surat utang pemerintah. Jadi itu salah satu pemicu kenapa ada pergeseran dari tabungan ke pembelian SBN ORI.

Pengamat Pasar Modal sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Budi Frensidy juga menilai, karena banyak yang sudah memahami SBN lebih menarik dari sisi bunganya dan pajak penghasilannya yang lebih rendah dari deposito yang membuat masyarakat lebih tertarik berinvestasi di SBN daripada menaruh dana di bank.

"Ini berarti inklusi keuangan dan produk pasar modal telah meningkat. Karena bunga tabungan kan cuma nol koma persen setahun dan kena PPh 20%, adapun deposito sekitar 4%-5% dengan tarif PPh yang sama. Sementara SBN apalagi SRBI bisa 7,25% dengan PPh 10%," ungkapnya.

Sementara itu, Budi Raharjo, Perencana Keuangan Oneshildt mengatakan, masyarakat Indonesia dapat dikatakan saat ini lebih mengelola keuangannya dengan lebih hati-hati setelah menghadapi pengalaman masa-masa krisis sebelumnya ditambah dengan kondisi ketidakpastian ekonomi global akhirnya menjadikan investasi di instrumen yang lebih konservatif memang dinilai lebih menarik.

Baca Juga: Kinerja Sejumlah Bank Digital Moncer, Bagaimana Prospek Sahamnya?

"Bagi kelas menengah bawah setelah terpukul akibat pandemi mereka sedang membenahi keuangannya dengan meningkatkan jumlah tabungannya serta melakukan prioritas belanjanya sesuai kebutuhan. Sedangkan bagi tier atas, maka dana likuiditas yang ditempatkan di bank dirasa sudah cukup memadai dan mulai menambah porsi investasi yang aman serta dijamin oleh negara seperti SBN," katanya.

Apalagi kata Budi bagi mereka yang memiliki dana yang sudah mencapai di atas besaran nilai simpanan yang dijamin, maka langkah diversifikasi dan mengamankan dana ke instrumen lain ini menjadi penting bagi kelas masyarakat atas.

"Saya melihatnya bukan berarti masyarakat tidak tertarik dengan menempatkan dananya di bank kemudian mengalokasikan dana ke instrumen lainnya, namun lebih kepada langkah-langkah diversifikasi saja dan tentunya karena edukasi pemerintah mengenai instrumen SBN serta arahan dari pihak bank sendiri yang juga menjadi mitra distribusi surat berharga SBN," ujarnya.

Budi melihat, tren ke depan, dengan semakin meningkatnya literasi masyarakat maka diversifikasi dan alokasi aset ini akan menjadi standar pengelolaan keuangan masyarakat. Menurutnya, sebagian dana akan ditempatkan pada rekening tabungan yang cukup likuid untuk transaksi sehari-hari.

Selain itu, sebagian pada penempatan deposito untuk berjaga-jaga atau kebutuhan jangka pendek, dan sebagian pada instrumen lainnya sesuai dengan tujuan investasi, jangka waktu investasi serta profil dalam berinvestasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×