kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Melebihi Jiwasraya, kerugiaan kasus Asabri mencapai Rp 22,78 triliun


Senin, 31 Mei 2021 / 15:55 WIB
Melebihi Jiwasraya, kerugiaan kasus Asabri mencapai Rp 22,78 triliun
ILUSTRASI. Pelayanan nasabah Asabri.


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Setelah Jiwasraya, kini negara kembali dirugikan akibat dugaan korupsi pada kasus Asabri. Tak main - main, kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai Rp 22,78 triliun, atau lebih tinggi dari korupsi Jiwasraya Rp 16,8 triliun.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan bahwa kerugian Asabri lebih besar karena para tersangka melakukan korupsi lebih besar. Apalagi, ada dua tersangka yang juga terlibat pada kasus Jiwasraya maupun Asabri. 

"Memang ada sindikat, waktu di Jiwasraya mereka belum matang betul. Begitu Asabri, dia lebih jagoan jadi lebih banyak dapatnya," kata Agung, di Jakarta, Senin (31/5). 

Selain itu, kerugian negara tersebut juga timbul akibat penyimpangan atau perbuatan melawan hukum dalam pengelolaan keuangan dan investasi Asabri pada tahun 2012 sampai dengan 2019. 

Baca Juga: Jaksa Mengejar Ganti Rugi di Korupsi Asabri dengan Total Kerugian Rp 23,7 Triliun

"Kami menyimpulkan adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang - undangan yang dilakukan oleh pihak - pihak terkait dalam pengelolaan investasi saham dan reksadana di Asabri," katanya.

Akibanya, penyimpangan tersebut mengakibatkan kerugian negara karena pengelolaan saham dan reksadana tidak sesuai ketentuan. Bahkan, kerugian tersebut belum bisa tertutupi sampai hari ini. 

BPK telah menyerahkan laporan hasil pemeriksaan investigatif tentang penghitungan kerugian negara tersebut pada 27 Mei 2021. Hal ini sebagai bentuk dukungan lembaga terhadap pemberantasan korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). 

Selain itu, pemeriksaan ini juga untuk menindaklanjuti permintaan penghitungan kerugian negara yang disampaikan Kejagung kepada BPK pada 15 Januari 2021 lalu. 

“BPK mengucapkan terima kasih kepada Kejaksaan Agung, OJK, Bursa Efek Indonesia, dan Industri Keuangan serta pihak-pihak lain yang telah membantu BPK dalam pelaksanaan pemeriksaan ini,” terangnya. 

Baca Juga: Mengulas kinerja emiten penambang emas pada kuartal I 2021

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka pada kasus Asabri. Tujuh berkas tersangka sudah dinyatakan lengkap dan siap untuk disidangkan seperti berkas Adam Rachmat Damiri (Direktur Utama Asabri periode 2011 - 2016), Sonny Widjaja (Direktur Utama Asabri 2016 - 2020) dan Bachtiar Effendi (Direktur Keuangan Asabri 2008 - 2014).

Kemudian ada Hari Setiono (Direktur Asabri 2013 - 2019), Ilham W Siregar (Kadiv Investasi Asabri 2012 - 2017), Lukman Purnomosidi (Direktur Utama Prima Jaringan) dan Jimmy Sutopo (Direktur Jakarta Emiten Investor Relation). 

Sementara berkas tersangka lain, seperti Benny Tjokrosaputro (Direktur Hanson Internasional) dan  Heru Hidayat (Direktur Trada Alam Minera) sedang dilengkapi oleh penyidik. 

Baca Juga: Melihat kinerja sejumlah emiten penambang emas di kuartal I, mana yang paling moncer?

Awalnya, dugaan korupsi asuransi pelat merah ini pada 2012-2019. Pada saat itu, manajemen Asabri melakukan kesepakatan dengan pihak luar yang bukan merupakan konsultan investasi maupun manajer investasi seperti Heru Hidayat, Benny Tjokro dan Lukman Purnomosidi. 

Modus yang dilakukan adalah dengan membeli atau menukar saham dalam portofolio Asabri dengan saham-saham milik ketiga orang tersebut. Saham-saham tersebut dimanipulasi menjadi harga yang tinggi, dengan tujuan agar kinerja portofolio Asabri terlihat seolah-olah baik. 

Setelah menjadi milik Asabri, saham-saham tersebut kemudian ditransaksikan atau dikendalikan oleh ketiga pihak tersebut atas kesepakatan direksi seakan saham-saham itu bernilai tinggi dan likuid. 

Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyebut, transaksi yang dilakukan hanya bersifat semu dan menguntungkan tiga pihak swasta tersebut. Akibatnya, Asabri merugi karena saham-saham tersebut dijual dengan harga di bawah perolehan. 

Untuk menghindari kerugian investasi, saham-saham yang telah dijual di bawah harga perolehan, ditransaksikan (dibeli) kembali dengan nomine ketiga tersangka serta ditransaksikan (dibeli) kembali oleh Asabri melalui underlying reksadana yang dikelola oleh manajer investasi dan dikendalikan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokro.

"Pembelian saham melalui pihak-pihak yang terafiliasi dan investasi penyertaan dana melalui beberapa perusahaan MI dengan cara menyimpangi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," lanjut Leonard. 

Baca Juga: Kejaksaan sebut nilai aset yang disita dari kasus korupsi Asabri capai Rp 13 triliun

Atas hal itu, perbuatan tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun pasal yang disangkakan kepada tersangka berupa primair pada Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian subsidair pada Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selanjutnya: Berkas lengkap, tujuh tersangka kasus Asabri segera disidang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×