Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait bank umum yang di dalamnya mencakup bank digital sudah resmi berlaku. OJK tidak memberikan aturan secara khusus bagi bank digital karena menurut pandangan regulator semua bank pada akhirnya akan digital semua.
Dalam POJK bank umum hanya ditetapkan enam syarat jadi bank yang menjalankan operasional sebagai bank digital.
Di antaranya, model bisnisnya menggunakan teknologi yang inovatif dan aman, mampu kelola model bisnis bank digital secara prudent, punya manajemen risiko yang memadai, punya direksi yang memiliki kompetensi di bidang IT, menjalankan perlindungan data nasabah, dan berkontribusi terhadap ekosistem keuangan digital.
Namun, agar bank digital tidak hanya sekedar jadi gimmick untuk mendongkrak harga saham semata, OJK membuat Digital Maturity Assessment for Bank (DMAB). Ini untuk mengukur tingkat kedigitalan bank. Ada enam aspek yakni data, teknologi, manajemen risiko, kolaborasi, tantanan institusi, dan nasabah.
Baca Juga: OJK tutup Kompetisi Inklusi Keuangan (KOINKU) 2021, ini daftar pemenangnya
PT Bank Jago Tbk memandang metode penilaian ini sangat baik untuk dimanfaatkan industri sebagai upaya bertransformasi atau membangun bank digital. Secara prinsip bank ini sudah menjalankan lima aspek tersebut dengan baik.
"Sejak awal memutuskan menjadi bank digital, pimpinan harus bankir berpengalaman yang punya rekam jejak yang panjang di bidang IT. CEO kami memnuhi kriteria itu. Dari sisi organisasi, sejak awal kami sadar bahwa struktur organisasi dan proses kerja di Bank Jago harus meninggalkan pakem lama," jelas Tjit Siat Fun Direktur Bank Jago pada Kontan.co.id, Selasa (1/11).
Dari sisi teknologi, kata Siat Fun, Bank Jago memiliki kemampuan teknologi mumpuni sehingga membuat perseroan bisa menjalin kolaborasi dengan ekosistem digital dimana aplikasi Jago saat ini sudah terintegrasi dengan Gojek dan Bibit. Ke depan, perseroan akan terus memperluas kolaborasi dalam bentuk integrasi aplikasi.
Selain mengoptimalkan penggunaan teknologi, Bank Jago juga mengandalkan ekosistem digital untuk menjangkau nasabah atau layanan berbasis omni channel. Inilah yang menggantikan fungsi kantor cabang dan petugas bank.
Sebagai bank berbasis teknologi, Bank Jago menjalankan operasional dengan mendatangi nasabah, bukan sebaliknya. Ini yang memungkinkan nasabah bisa menikmati layanan kapan dan darimana saja.
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama dan Suria Suria Darma Kepala Riset Samuel memandang prospek saham bank digital masih cukup baik ke depan.
Menurut Okie, aturan OJK itu dan DMAB itu dapat memperkuat fundamental bank digital tersebut karena holding dari bank akan berkomitmen melakukan ekspansi dengan akselerasi teknologi.
"Terkait aturan dapat memperjelas arah bank digital ke depan, sehingga investor juga akan mengukur dan lebih berhati - hati. Ini dampaknya positif ke saham bank," katanya pada KONTAN, Selasa (2/11).
Dia mengatakan, jumlah user merupakan indikator untuk menilai bank digital karena jumlah pengguna itulah yang akan menopang pertumbuhan bisnis mereka ke depannya. Menurutnya, ARTO dan AGRO merupakan saham yang menarik dari bank digital.
Suria juga sepakat bahwa menilai valuasi bank digital berbeda dengan bank konvensional. Jumlah user bisa dijadikan untuk memproyeksi nilai bank ke depan karena dari jumlah itu bisa diasumsikan besaran dana pihak ketiga (DPK) dan kredit yang akan didapat ke depan.
Meskipun prospek bank digital tetap besar, Suria menekankan untuk memperhatikan bank mana yang akan survive dan mana yang tidak. Menurutnya, dalam melihat prospek bank per bank harus dibedakan antara bank digital penuh dan bank yang melakukan proses digitalisasi.
Baca Juga: OJK dukung kebijakan keuangan berkelanjutan di Indonesia
Suria sepakat dengan adanya DMAB yang dibuat OJK sehingga jangan sampai ada bank yang belum atau malah tidak berencana menjadi bank digital tetapi menggunakan embel-embel digital hanya sekadar meningkatkan harga saham.
Berbeda dengan Budi Frensidy, Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Universitas Indonesia. Dia bilang, ciri utama bank digital lebih mengandalkan IT daripada SDM dan jumlah cabang. Saat ini semua bank besar sudah mengarah ke sana sehingga pada akhirnya semua akan jadi bank digital pada waktunya.
Dengan begitu, Budi memandang metode penilaian valuasi bank tidak akan berbeda secara signifikan.
"Di mata saya, bank kecil yang mengklaim sebagai bank digital itu kemahalan sehingga saya tidak berani membelinya. Saya selalu menimbang dua sisi dalam investasi saham yakni risiko dan return. Potential gain bank kecil digital yang PBV-nya duatas 5x sudah tidak sesuai dengan downside risikonya," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News