Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2024 bisa dibilang bakal menjadi awal perubahan besar di industri perbankan syariah Indonesia. Ini dikarenakan sudah ada beberapa unit usaha syariah (UUS) yang wajib dipisahkan dari induknya atau bank konvensional.
Konsultan Ekonomi Syariah Adiwarman Azwar Karim yang juga merupakan Wakil Komisaris Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) membocorkan bakal ada skenario pemisahan unit (spin-off) yang bakal dilakukan. Setidaknya, ada lima skenario dengan pro dan kontranya masing-masing.
Pertama, Adiwarman bilang akan ada satu UUS yang akan spin-off dengan bergabung bersama UUS lain atau Bank Umum Syariah (BUS) yang sudah ada. Spin off tersebut diperkirakan akan terjadi pada akhir 2024.
Kedua, ada satu UUS yang akan spin-off dengan bergabung kepada BUS existing dan akhirnya. Nantinya, bank hasil penggabungan ini akan membentuk sebuah bank syariah spesial dan diperkirakan juga terjadi di akhir 2024.
Dua skenario ini sejatinya memiliki kesamaan yaitu sama-sama akan bergabung dengan BUS yang sudah ada. Oleh karenanya, akan ada kontra yang sama dari dua skenario tersebut.
Baca Juga: Pemerintah Dorong Bank Syariah Berkolaborasi dan Konsolidasi, Ini Alasannya
Adiwarman melihat penggabungan tersebut diperlukan kondisi yang sama-sama sehat dari kedua bank tersebut. Namun, jika itu tidak dimiliki oleh bank-bank tersebut maka yang ada justru saling membebani.
”Skenario ini tidak akan berhasil bila masing-masing memiliki keadaan marjinal sehingga membebani,” ujarnya.
Sementara itu, skenario ketiga adalah terdapat tiga UUS yang akan bergabung satu sama lain dan akan membentuk BUS baru. Skenario ini diprediksi tidak akan terjadi di tahun ini namun di tahun 2025.
Skenario keempat, Adiwarman bilang akan ada dua BUS yang akan bergabung menjadi anggota Kelompok Usaha Bank (KUB). Namun, dalam skenario ini yang diperlukan adalah perlu adanya pemenuhan syarat bagi bank yang akan menjadi induk KUB-nya.
Untuk skenario terakhir, dua UUS akan membentuk BUS sendiri tanpa melakukan penggabungan atau akuisisi. Sehingga, perlu membutuhkan waktu lama dan baru terjadi di 2026.
“Perlu ada strategi yang benar-benar dipikirkan agar spin off ini terjadi dengan baik,” ujarnya.
Sebagai informasi, saat ini ada dua UUS yang wajib melakukan spin off karena sudah memenuhi aset lebih dari Rp 50 triliun. Keduanya adalah UUS milik PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) dan PT Bank CIMB Niaga Tbk.
Dari keduanya, baru BTN yang menyatakan siap melakukan spin off di tahun ini dengan skema mengakuisi sebuah BUS untuk menjadi surviving bank. Hanya saja, bank yang disasar untuk diakuisisi pun belum pasti.
Memang, saat ini nama PT Bank Muamalat Indonesia Tbk menjadi yang teratas dalam daftar bank yang dipilih BTN. Namun, proses due diligence yang tak kunjung rampung bisa berarti aksi akuisisi keduanya belum pasti.
Sebaliknya, CIMB Niaga justru belum mengumumkan skenario pasti dari spin off yang mereka lakukan. Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan hanya mengungkapkan bahwa pihaknya bakal memenuhi kewajiban OJK untuk melakukan spin off.
”Saat ini sedang dalam tahap persiapan berkoordinasi dengan para regulator terutama OJK,” ujar Lani.
Baca Juga: Ini Kata Konsultan Ekonomi Syariah Soal Kewajiban Spin Off Unit Syariah Perbankan
Lani bilang skema paling mungkin yang saat ini dilakukan oleh CIMB Niaga adalah membuat BUS baru tanpa akuisisi maupun merger. Sehingga, harapannya CIMB Niaga Syariah nantinya masih akan tetap menjadi anak usaha CIMB Niaga.
Sementara itu, aksi konsolidasi bank syariah dengan sukarela juga bisa saja terjadi. Dengan tujuan, pertumbuhan aset bank syariah bisa semakin kencang dengan beberapa langkah anorganik yang dilakukan.
Potensi tersebut dikemukakan oleh BCA Syariah. Pranata, Direktur BCA Syariah mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya aktif melakukan penjajakan dengan entitas bank syariah lainnya.
”Namun sejauh ini belum ada rencana aksi korporasi tersebut,” ujarnya.
Pranata bilang potensi langkah merger maupun akuisisi akan dilakukan jika penggabungan aset selaras dengan appetite internal dari BCA Syariah serta induk BCA sebagai pemegang saham.
”Sejauh ini, kami masih mencari yang sesuai dengan kriteria kami,” kata Pranata.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News