Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Sigit Pramono, Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) mengatakan, menutup Bank Century belum tentu biayanya lebih murah ketimbang menyelamatkannya.
"Kami harus hitung dana pihak ketiga itu ada berapa. Waktu dihitung itu, kalau kita tutup bank century, maka uang yang harus diganti kepada masyarakat bisa lebih tinggi lagi. Saya tidak tahu persis, tapi yang jelas akan lebih dari Rp 6,7 triliun," kata Sigit di Jakarta, belum lama ini.
Ia menambahkan, yang sering dilupakan adalah, ketika judulnya 'menyelamatkan bank', BI dan KSSK bukan hanya sekedar menyelamatkan bank tapi menyelamatkan pemilik dana. "Pemilik dana ini, bisa besar, bisa kecil, bisa lembaga, bisa perorangan. Tapi mereka ini orang-orang yang menempatkan dana di bank, jadi kalau bank ini tutup, mereka harus dilindungi," ujar Sigit.
Mantan Dirut BNI ini juga menjelaskan perbedaan antara krisis 1998 dan krisis 2008. Ketika krisis 1998, bank yang harus diselamatkan dengan dana sebesar Rp 600 triliun ialah uang negara dari APBN. Sedangkan 2008, ketika menyelamatkan Bank Century Rp 6,7 triliun itu ialah uang LPS. "Artinya bangsa ini telah belajar dari pengalaman," tutur Sigit.
Lebih lanjut Sigit menuturkan, saat krisis 2008 pemerintah hanya memutuskan menaikkan jaminan simpanan dari Rp 2 juta menjadi Rp 2 milyar. Padahal sejumlah negara tetangga seperti Australia, Korea Selatan, Hongkong, Malaysia, Singapura, sudah memberikan jaminan seratus persen (blanket guarantee).
"Ketika krisis 2008 pemerintah seharusnya menerapkan blanket guarantee yang sebenarnya bertujuan untuk menenangkan masyarakat. Karena ketika ada bank kecil yang ditengarai berdampak sistemik, itu bahaya sekali! Kita tidak bisa mengambil resiko yang lebih besar," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News