Reporter: Ferry Saputra | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan perasuransian wajib memenuhi aturan modal minimum yang telah ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 23 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
Data terbaru per September 2024, sebanyak 44 dari 145 perusahaan perasuransian belum memenuhi aturan ekuitas minimum Rp 250 miliar yang akan berlaku 2026. Secara rinci, asuransi umum sebanyak 23 perusahaan, asuransi jiwa 15 perusahaan, asuransi jiwa syariah 3 perusahaan, asuransi umum syariah 2 perusahaan, dan reasuransi 1 perusahaan. Melihat masih banyaknya perusahaan perasuransian yang belum memenuhi aturan modal minimum untuk 2026, tentu merger dan akuisisi bisa menjadi jalan pintas bagi mereka.
Mengenai hal itu, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) tak memungkiri perusahaan asuransi jiwa menghadapi beberapa tantangan dalam memenuhi aturan, terutama terkait terbatasnya sumber permodalan. Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu menyebut situasi makin diperberat oleh tekanan ekonomi makro yang tinggi, sehingga membuat penanam modal lebih selektif.
"Selain itu, sektor asuransi jiwa memiliki karakteristik pengembalian modal yang cenderung jangka panjang, sehingga kurang menarik dibanding sektor lain," kata Togar kepada Kontan.co.id, Kamis (28/11).
Baca Juga: Ini Kata Pengamat Soal 44 Perusahaan Asuransi Belum Penuhi Modal Minimum Untuk 2026
Meskipun demikian, Togar menyampaikan AAJI terus mendorong perusahaan-perusahaan yang belum memenuhi aturan modal minimum untuk memperkuat struktur permodalan mereka. Dia bilang perusahaan asuransi jiwa bisa melalui strategi organik, seperti peningkatan penjualan, serta strategi nonorganik, seperti merger atau akuisisi.
Lebih lanjut, Togar mengatakan AAJI mendukung apabila terjadi langkah merger dan akuisisi, terutama bagi perusahaan kecil guna memenuhi aturan modal minimum. Dia menyebut konsolidasi itu diproyeksikan memberikan dampak positif bagi keberlanjutan industri asuransi jiwa dalam jangka panjang.
"Melalui konsolidasi, perusahaan kecil dapat tumbuh dan memperkuat kapasitas mereka dalam menghadapi risiko keuangan. Selain itu, adopsi standar operasional yang lebih baik dan pemanfaatan teknologi canggih akan makin mendorong peningkatan kualitas layanan di sektor asuransi," ujar Togar.
Baca Juga: 15 Asuransi Jiwa Belum Memenuhi Aturan Modal Minimum untuk 2026, Ini Kata AAJI
Sementara itu, IFG Progress menilai cara anorganik, merger dan akuisisi, bisa menjadi jalan pintas yang bisa diterapkan perusahaan asuransi untuk memenuhi aturan ekuitas minimum pada 2026.
Senior Research Associate IFG Progress Ibrahim Rohman sempat mengatakan apabila perusahaan asuransi mengandalkan cara organik, seperti pertumbuhan pendapatan premi, hal itu akan terasa sulit di tengah tingkat kepercayaan masyarakat terhadap asuransi yang belum begitu kuat.
"Secara organik, kalau dilihat tren dari premium growth-nya, tampaknya agak sedikit catching up permodalan. Artinya, satu-satunya solusi adalah melakukan merger dan akuisisi. Namun, cara itu menjadi cukup berat," ungkapnya.
Ibrahim menerangkan, cara merger dan akuisisi juga terbilang berat karena manajemen aktuarisnya bisa berbeda-beda. Selain itu, cara suatu perusahaan melakukan aset liability management atau liability-driven investment itu juga bisa berbeda-beda.
"Jadi, tak semudah itu untuk dimerger dengan tipe balance sheet yang berbeda. Kalau dihitung berdasarkan organic growth-nya, tentu akan cukup berat perusahaan-perusahaan itu bisa memenuhi kebutuhan modal. Jadi, harus non-organik, makanya kuncinya di merger dan akuisisi," tuturnya.
Baca Juga: OECD Perkirakan Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,2% Pada 2025
Lebih lanjut, Ibrahim beranggapan hanya perusahaan yang memiliki modal dan pencadangan yang mumpuni saja yang bisa melewati aturan modal minimum. Ke depannya, dia melihat apabila banyak perusahaan asuransi yang kurang modal berupaya lakukan merger dan akuisisi, otomatis jumlah perusahaan asuransi berkurang.
Melihat dari masih banyaknya perusahaan asuransi yang belum memenuhi aturan modal untuk 2026, Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo tak memungkiri besar kemungkinannya dalam dua tahun ke depan akan terjadi konsolidasi, terutama dalam bentuk merger dan akuisisi, seperti yang sudah berlangsung beberapa tahun terakhir.
Namun, dia bilang masih ada exit strategy atau solusi yang disiapkan oleh OJK, yaitu bergabungnya beberapa perusahaan yang tidak mampu meningkatkan modal atau ekuitas ke dalam Kelompok Perusahaan Perasuransian berdasarkan Ekuitas (KPPE) sesuai ketentuan POJK.
Baca Juga: OJK: 101 Perusahaan Asuransi & Reasuransi Penuhi Aturan Modal Minimum untuk 2026
"Mau tak mau perusahaan yang tidak mampu menaikkan ekuitas bergabung dengan yang lain sesuai ketentuan POJK, yakni KPPE 1 dan KPPE 2," ujar Irvan.
Sebagai informasi, regulator memberlakukan klasterisasi atau pengelompokan perusahaan perasuransian berdasarkan ekuitasnya paling lambat pada 31 Desember 2028. Pengelompokan perusahaan perasuransian terbagi menjadi dua, yakni Kelompok Perusahaan Perasuransian berdasarkan Ekuitas (KPPE) 1 dan KPPE 2.
Bagi perusahaan asuransi yang tergolong dalam KPPE 1, wajib punya ekuitas paling mini Rp 500 miliar, perusahaan asuransi syariah Rp 200 miliar, reasuransi Rp 1 triliun, dan reasuransi syariah sebesar Rp 400 miliar. Bagi perusahaan asuransi yang tergolong dalam KPPE 2, harus mempunyai ekuitas minimum sebesar Rp 1 triliun, perusahaan asuransi syariah Rp 500 miliar, reasuransi sebesar Rp 2 triliun, dan reasuransi syariah sebesar Rp 1 triliun.
Selanjutnya: Naik 33,6%, Laba BTN Syariah Tembus Rp 535 Miliar pada Kuartal III-2024
Menarik Dibaca: Garuda Indonesia Siap Implementasikan Kebijakan Penuruanan Harga Tiket Saat Nataru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News