Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi likuiditas perbankan yang ketat memang telah menjadi perhatian dalam beberapa waktu terakhir. Terlebih, suku bunga acuan yang meningkat membuat likuiditas perbankan kian mahal.
Memang, Bank Indonesia (BI) telah membantu berupa guyuran insentif yang dikenal dengan Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM). Hanya saja, insentif KLM ini dinilai tak bisa dimanfaatkan oleh semua bank.
Seperti diketahui, insentif KLM merupakan pengurangan kewajiban pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) yang maksimal bisa mencapai 4%. Namun, itu bisa dimanfaatkan untuk kredit di beberapa sektor saja.
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Solikin M Juhro mengakui bahwa tak semua bank bisa memanfaatkan KLM ini secara maksimal. Di mana, itu dikarenakan segmen bisnis dari beberapa bank tersebut tidak sesuai dengan kriteria yang dimiliki dalam insentif KLM.
Baca Juga: BTN Optimistis Nilai Transaksi Melalui EDC Tembus Rp 1 Triliun Sepanjang 2024
Sebagai informasi, insentif KLM saat ini diberikan untuk penyaluran kredit di sektor hilirisasi, perumahan, otomotif, perdagangan, pariwisata, ekonomi kreatif, listrik, gas, air dan sektor jasa sosial. Adapun, sektor-sektor tersebut dinilai memiliki daya ungkit tinggi terhadap perekonomian.
Solikin pun mengungkapkan bahwa saat ini sudah ada 124 bank umum dan unit usaha syariah yang memanfaatkan insentif KLM. Tapi, yang bisa mencapai penurunan GWM sebesar 4% itu baru 17 bank.
“Yang lainnya itu paling penurunan GWM baru mencapai sekitar 3% ke atas,” ujarnya, Senin (3/6).
Lebih lanjut, ia bilang bahwa kriteria-kriteria tersebut ditetapkan agar insentif yang diberikan ini bisa tepat sasaran. Artinya, benar-benar bisa digunakan untuk penyaluran kredit. Berdasarkan hitungannya, estimasi likuiditas dengan insentif KLM ini bisa mencapai Rp 280 triliun hingga akhir 2024. Ini setara dengan 3,6% dari Dana Pihak Ketiga.
“Jika itu digunakan secara optimal pasti akan berdampak pada pertumbuhan kredit itu sendiri,” ujar Solikin.
Sementara itu, Direktur Finance BTN, Nofry Rony Poetra mengungkapkan bahwa memang sampai saat ini pihaknya telah memanfaatkan insentif KLM tersebut. Namun, ia memiliki pandangan lain bahwa sejatinya tak perlu ada kriteria sektor-sektor tertentu.
Menurutnya, akan lebih baik jika GWM itu diturunkan secara seragam. Sehingga, semua bank bisa merasakan betul insentif likuiditas yang didapat dari BI.
“Sehingga memberikan sign positif ke pasar bahwa BI men-support likuiditas dan confidence rupiah terkendali,” ujarnya.
Baca Juga: Membuka Awal Pekan, Saham Bank Big Caps Menghijau
Sependapat, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch Amin Nurdin mengungkapkan lebih menarik jika rasio GWM diturunkan secara seragam. Menurutnya, insentif KLM yang saat ini diberlakukan tidak berdampak signifikan.
Meskipun demikian, ia berpandangan insentif KLM ini tetap membantu bank untuk memacu pertumbuhan kredit. Alhasil, perekonomian pun ikut bergerak.
“Tapi tak banyak membantu untuk likuiditas ya, tapi tujuan BI saat ini kan menjaga kondisi moneter bisa lebih baik,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News