Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saat bisnis pembiayaan tertekan akibat Covid-19, Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) tidak akan mengajukan kelonggaran iuran atau pungutan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ketua APPI Suwandi Wiratno menyatakan asosiasi tidak secara aktif mengumpulkan perusahaan pembiayaan yang meminta keringanan iuaran OJK. Lantaran iuaran tersebut merupakan kewajiban masing-masing perusahaan.
“Kalau masing-masing perusahaan merasa perlu mendapatkan keringanan. Silahkan saja ajukan, sudah saya sampaikan juga. Tetap saya sampaikan, perlu kita ingat, OJK memiliki karyawan yang banyak. OJK bayar karyawannya dari kami, iuran lembaga keuangan. Jadi ini dua mata sisi koin. Kalau tidak dibayar siapa yang akan meregulasi dan mengawasi,” ujar Suwandi kepada Kontan.co.id pada Senin (11/5).
Baca Juga: Wahai para bankir, kasih keringanan pembayaran pinjaman ke multifinance, dong..
Ia menekankan, Asosiasi tidak memiliki kapasitas untuk meminta keringanan iuran. Lantaran masing-masing perusahaan yang mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Jadi tidak bisa disamakan bagi seluruh anggota.
Kendati demikian, Suwandi mengakui ada beberapa perusahaan yang menyatakan ke Asosiasi untuk meminta kelonggaran iuran OJK. Namun jumlahnya tidak banyak. APPI mempersilahkan para pemain tersebut menyampaikan kepada OJK untuk meminta keringanan iuran.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK ,Anto Prabowo menjelaskan, pihaknya saat ini belum dapat membebaskan iuran tersebut. Alasannya dasar regulasi iuran yaitu PP 11/2014 tentang Pungutan oleh OJK tak berada dalam kewenangan OJK.
“Pada prinsipnya PP 11/2014 bukan produk hukum OJK sehingga tentunya saat sementara OJK masih akan mengikuti ketentuan yang berlaku tersebut”, kata Anto kepada Kontan.co.id.
Dalam PP 11/2014 tentang Pungutan oleh OJK diatur, mengenai biaya tahunan untuk pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penelitian oleh OJK. Lembaga keuangan membayar iuran sebesar 0,045% dari total aset yang dimiliki atau paling sedikit Rp10 juta.
Adapun yang dimaksud lembaga keuangan ini ialah Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Asuransi Jiwa, Asuransi Umum, Reasuransi, Dana Pensiun Lembaga Keuangan, Dana Pensiun Pemberi Kerja, Perusahaan Pembiayaan, dan Perusahaan Modal Ventura.
Baca Juga: Leasing sudah setujui restrukturisasi pembiayaan Rp 28,13 triliun akibat Covid-19
Bisnis perusahaan pembiayaan mengalami tekanan selama pandemi. Selain rendahnya permintaan pembiayaan baru, perusahaan pembiayaan harus merestrukturisasi debitur. Hal ini membuat pemasukan bagi perusahaan menjadi seret.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyatakan piutang perusahaan pembiayaan sedikit termoderasi namun tetap tumbuh sebesar 2,49% yoy hingga Maret 2020. Padahal pada Desember 2019, perusahaan pembiayaan mencatatkan pertumbuhan di level 3,66% yoy.
Adapun jumlah kontrak restrukturisasi yang disetujui perusahaan pembiayaan sebanyak 1,32 juta kontrak dengan nilai Rp43,18 triliun hingga 8 Mei 2020. Sementara itu masih terdapat 743.785 kontrak sedang dalam proses restrukturisasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News