Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis beleid anyar yang mewajibkan pelaku usaha asuransi harta benda dan kendaraan bermotor menyetorkan laporan data risiko asuransi setiap tahun. Wasit lembaga keuangan ini juga sekaligus mengeluarkan kebijakan yang mengatur penerapan tarif premi.
Peraturan OJK yang telah ditandatangani tanggal 31 Maret 2015 lalu ini akan mulai efektif berlaku per 1 Juli 2015. Dengan aturan baru ini, OJK mengklaim kepentingan tertanggung akan terlindungi dan tarif premi yang dipasang oleh perusahaan asuransi adalah tarif wajar.
Peraturan OJK Nomor 2/POJK.05/2015 merupakan payung hukum dari surat edaran (SE) OJK tentang besaran batas premi yang boleh ditarik oleh asuransi. Adapun, data risiko asuransi yang wajib dilaporkan tersebut meliputi profil risiko, kerugian, biaya administrasi serta biaya-biaya lainnya.
Bagi perusahaan asuransi yang sudah menjual produk lebih dari lima tahun, wajib melaporkan data risiko asuransi berdasarkan tahun underwriting untuk periode lima tahun. Laporan ini paling lambat diterima oleh OJK setiap tanggal 30 April.
Ketua Tim Departemen Statistik Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, Dadang Sukresna mengatakan, kebijakan itu bukan hal yang baru bagi pelaku asuransi. "Selama ini kami juga sudah lapor kepada OJK. Jadi seharusnya tidak ada masalah," ujar Dadang, Selasa (21/4).
Ahmad Fauzi Darwis, Ketua AAUI menambahkan laporan data risiko asuransi sangat membantu bagi industri melihat kondisi statistik. Sehingga, laporan itu akan menjadi acuan bagi OJK untuk menerapkan tarif premi. "Data ini merupakan alat untuk negosiasi dan supaya semuanya bisa terukur," kata Ahmad.
Melalui peraturan ini, Ahmad mengharapkan bisa menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat bagi para pelaku asuransi. "Selama ini, kami juga sudah mengolah data selama triwulanan," ungkap Ahmad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News