Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laju pertumbuhan kredit UMKM tak kunjung mengalami perubahan hingga akhir April 2025. Dari semua segmen, kredit usaha mikro menjadi yang paling tertekan karena mengalami penurunan.
Mengacu pada data Bank Indonesia (BI), pertumbuhan kredit wong cilik ini tercatat sekitar 2,3% secara tahunan (YoY) di caturwulan pertama 2025 menjadi Rp 1.400 triliun.
Jika dibandingkan bulan sebelumnya, memang ada perbaikan dari bulan sebelumnya yang hanya tumbuh 1,7% YoY.
Hanya saja, pertumbuhan tersebut tak lebih tinggi dari kondisi Januari 2025 yang tumbuh hingga 2,5%.
Baca Juga: Bunga Tinggi Bikin UMKM Enggan Ajukan Kredit
Apalagi, pertumbuhan tersebut juga masih di bawah pertumbuhan akhir 2024 yang mencapai 3%.
Jika dirinci, kredit ke usaha mikro menjadi satu-satunya yang mengalami penurunan di periode April 2025.
Pasalnya, kredit ke segmen mikro ini turun hingga 2,5% YoY, lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya yang turun 2,1% YoY.
Padahal, kredit mikro ini dari sisi nilai memiliki kontribusi yang paling besar di antara segmen lainnya.
Adapun, kontribusi kredit mikro terhadap keseluruhan kredit UMKM mencapai 44,39% atau senilai Rp 621,5 triliun.
Kondisi serupa pun juga terjadi di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang banyak menggarap segmen tersebut.
Jika mengacu pada materi presentasi BRI per kuartal I/2025, bisnis mikro BRI mencatat penurunan kredit sekitar 2,8% YoY atau senilai Rp 486,4 triliun.
Baca Juga: Pembiayaan Capai Rp 7,4 Triliun, Ini Cara Ajukan Kredit Mikro UMKM Bank Sampoerna
Adapun, kontributor utama dari kredit mikro BRI adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang senilai Rp 230 triliun.
Untungnya, KUR di BRI masih mengalami pertumbuhan sekitar 3,8% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Corporate Secretary BRI Hendy Bernadi mengungkapkan dalam melakukan asessmen kredit untuk KUR, bank pun memastikan capacity sebagai agunan utama untuk membayar kewajiban sesuai komitmen. Ini merupakan dampak dari tidak bolehnya ada agunan tambahan.
“Sejalan dengan ketentuan tidak boleh ada agunan, maka konsekuensinya Bank menjadi lebih rigid dalam memastikan capacity,” ujar Hendy.
Sementara itu, perlu disadari bahwa banyak bank yang pada akhirnya juga tidak banyak bermain di segmen mikro.
Alasannya pun serupa yaitu tidak memiliki keahlian untuk menyalurkan kredit ke segmen yang memiliki risiko tinggi ini.
Baca Juga: Bank BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Capai Rp1,7 triliun pada Kuartal I-2025